Seuramoe Forum
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.



 
HomeSeuramoeSearchRegisterLatest imagesLog in

 

 ABU HURAIRAH RADHIYALLAHU ANHU DALAM PANDANGAN SALAFUSH SHALIH[1]

Go down 
AuthorMessage
june.dawn
Co-Admin
june.dawn


Join Date : 2011-06-06
Location : Banda Aceh
Posts : 101
ABU HURAIRAH RADHIYALLAHU ANHU DALAM PANDANGAN SALAFUSH SHALIH[1] Left_bar_bleue98 / 10098 / 100ABU HURAIRAH RADHIYALLAHU ANHU DALAM PANDANGAN SALAFUSH SHALIH[1] Right_bar_bleue


ABU HURAIRAH RADHIYALLAHU ANHU DALAM PANDANGAN SALAFUSH SHALIH[1] Empty
PostSubject: ABU HURAIRAH RADHIYALLAHU ANHU DALAM PANDANGAN SALAFUSH SHALIH[1]   ABU HURAIRAH RADHIYALLAHU ANHU DALAM PANDANGAN SALAFUSH SHALIH[1] EmptyTue 14 Jun 2011 - 17:58

Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu Dalam Pandangan Salafush Shalih


Rabu, 8 Juni 2011 22:27:06 WIB

ABU HURAIRAH RADHIYALLAHU ANHU DALAM PANDANGAN SALAFUSH SHALIH[1]


Tak pelak, Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu merupakan tokoh masyhur dalam
masalah periwayatan hadits. Dia hidup bergaul dengan Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam. Dalam pergaulannya ini, dia memanfaatkan secara penuh
untuk menggali dan merekam persoalan-persoalan agama yang disampaikan
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dia ikut menghadiri majelis Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam, makan dan minum bersama Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam, juga ikut berperang bersama Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam. Sehingga Rasulullah pun pernah memberikan kepercayaan kepada
Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu untuk menyampaikan perintah Beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud
rahimahullah dengan sanad yang shahih. Abu Hurairah berkata : Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kapadaku, ”Keluarlah! Sampaikan
kepada orang-orang di Madinah, bahwasanya tidak shahih shalat, kecuali
dengan membaca Al Qur’an, sekalipun hanya membaca Al Fatihah dan
beberapa ayat tambahan.”

Rekomendasi dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ini merupakan
tautsiq yang sangat berharga, dan kisah-kisahnya banyak tersebar di
berbagai kitab. Akan tetapi, para penggugat hadits-hadits Abu Hurairah
berpendapat, semuanya berasal dari riwayatnya belaka. Hal ini dijadikan
sebagai landasan (untuk menuduh), bahwa hal itu hanya dibuat-buat untuk
kepentingan (Abu Hurairah) sendiri dan sanjungan kepadanya. Padahal,
tidaklah demikian adanya. Seandainya Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu
benar seperti yang mereka tuduhkan, tentu hadits-hadits yang
disampakannya akan ditolak oleh para sahabat Radhiyallahu 'anhum, dan
mereka pun akan melarang kaum muslimin untuk bergaul dan mendengar
ucapannya.

Pengakuan terhadap kejujuran Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu ini, dapat
kita perhatikan beberapa sikap para sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in
atas beliau Radhiyallahu 'anhu yang disampaikan oleh para ulama’. Yang
semua itu menunjukkan kemuliaan Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu,
keandalan dan kuatnya hafalan beliau Radhiyallahu 'anhu.

PENGAKUAN DARI PARA SAHABAT
1. Thalhah bin Ubaidillah Al Quraisy Radhiyallahu 'Anhu
Thalhah bin Ubaidillah adalah salah seorang dari sepuluh sahabat yang
dijamin masuk surga. Dia memberikan rekomendasi (tautsiq) kepada Abu
Hurairah, sebagaimana diriwayatkan Imam Tirmidzi lewat jalan periwayatan
Malik Ibnu Abu Amir rahimahullah, ia berkata : Seseorang datang kepada
Thalhah bin Ubaidillah Radhiyallahu 'anhu, dan bertanya,”Wahai, Abu
Muhammad ! Tahukah engkau dengan seorang Yamani (keturunan Yaman), yakni
Abu Hurairah? Benarkah ia seorang yang lebih mengetahui hadits-hadits
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam daripada kalian? Kami mendengar
darinya hadits yang tidak kami dengar dari kalian, ataukah ia berkata
sesuatu atas nama Rasullullah yang tidak Beliau Shallallahu 'alaihi wa
sallam sabdakan?!” Thalhah Radhiyallahu 'anhu menjawab,”Adapun ia
mendengar dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sesuatu yang
kami tidak mendengarnya, maka sesungguhnya aku sama sekali tidak
meragukannya bila ia telah mendengar dari Beliau Shallallahu 'alaihi wa
sallam hadits yang kami tidak mendengarnya. Hal itu disebabkan ia
seorang yang miskin, tidak memiliki harta dan menjadi tamu bagi
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, selalu hadir bersama Beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sedangkan kami memiliki keluarga dan
kecukupan, hingga kami mendatangi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam pada pagi dan sore hari saja. Sekali lagi, kami tidak ragu, bila
ia telah mendengar dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam hadits
yang kami tidak mendengarnya. Dan kami tidak mendapatkan seorangpun yang
memiliki kebaikan berkata atas nama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam sesuatu yang Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak
mengatakannya.” Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Al Bukhari, Ad
Daulabi, Abdullah bin Ahmad bin Hambal dan Al Hakim rahimahullah.

Dalam lafazh yang diriwayatkan Al Baihaqi rahimahullah, terdapat
tambahan berharga, dalam Al Madkhal dari jalan periwayatan Asy’ats, dari
bekas budak (maula) Thalhah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Abu
Hurairah sedang duduk-duduk. Tiba-tiba, seseorang melintas di hadapan
Thalhah, seraya berkata kepadanya, ”Abu Hurairah telah memperbanyak
hadits.” Thalhah Radhiyallahu 'anhu menjawab, ”Kami telah mendengar
sebagaimana yang ia dengar, akan tetapi ia sangat kuat hafalannya dan
kami telah lupa.”

Disini kita bisa mengetahui, Thalhah Radhiyallahu 'anhu telah memberikan
kesaksian, bahwa Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu termasuk ahlul khair,
disamping kesaksiannya bahwa Abu Hurairah telah mendengar dan
menghafalnya.

2. Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhu Dan Abu Sa’id Al Khudri Radhiyallahu 'Anhu.
Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu pernah berkumpul dengan Ibnu Abbas
Radhiyallahu 'anhu dalam satu majelis, lalu berfatwa dengan pendapat
yang menyelisihi pendapat Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu. Seandainya Ibnu
Abbas Radhiyallahu 'anhu tidak ridha kepadanya, sebagaimana yang
dilukiskan oleh sebagian orang, tentu Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu akan
melarangnya berbicara dan melarang orang menerima pendapatnya. Ibnu
Abbas Radhiyallahu 'anhu juga pernah meminta fatwa Abu Hurairah
Radhiyallahu 'anhu mengenai permasalahan yang berkaitan dengan shalat,
lalu ia pun mengikuti fatwa itu.

Dan pengakuan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu terhadap Abu Hurairah
Radhiyallahu 'anhu juga terlihat dengan meriwayatkan hadits darinya.
Kita akan mendapatkan banyak contoh riwayat Ibnu Abbas Radhiyallahu
'anhu dari Abu Hurairah dalam Shahih Al Bukhari. Pada sebagiannya, Ibnu
Abbas secara sangat jelas mengakui hadits yang diriwayatkannya dari Abu
Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Beliau berkata,”Sedikit pun, aku tidak
melihat yang lebih benar (mendefinisikan) al lamam (dosa kecil),
(kecuali) yang dikatakan Abu Hurairah dari Rasulullah: “Sesungguhnya,
Allah telah mencatat atas Ibnu Adam bagiannya dari perbuatan zina yang
pasti akan ia lakukan, dan tidak mungkin tidak. Maka, zinanya mata
adalah melihat, dan zinanya lisan adalah bertutur kata,” yakni
pengertian al limam (dosa kecil), menurut lbnu Abbas Radhiyallahu 'anhu
adalah perkara-perkara seperti ini.

Begitu juga kita dapati riwayat-riwayat Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu
yang lainnya dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu terdapat dalam Sunan
An Nasa’i, Abu Dawud, serta Ibnu Majah.

Disamping meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, Ibnu
Abbaz Radhiyallahu 'anhu juga memperbolehkan murid-murid dan bekas
budaknya meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Kita
mendapati banyak para perawi yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah
Radhiyallahu 'anhu merupakan tokoh besar, murid dan sahabat Ibnu Abbas
Radhiyallahu 'anhu yang terkenal. Mereka adalah para tokoh generasi
tabi’in dan orang-orang pilihan. Periwayatan mereka ini merupakan
qarinah (indikasi yang jelas), bahkan sebagai bukti sangat valid dan
kuat keridhaan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu terhadap hal itu, dan
persetujuan atas sikap dan perbuatan mereka. Jika tidak, niscaya ia akan
melarang mereka mengambil riwayat dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu .
Terlebih lagi, ia masih hidup sepuluh tahun setelah wafatnya Abu
Hurairah Radhiyallahu 'anhu.

Sebagaimana halnya Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu yang memperbolehkan
muridnya meriwayatkan hadits-hadits dari Abu Hurairah, begitu pula
halnya dengan sahabat lainnya, yaitu Abu Said Al Khudri. Dia juga
menerima hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan
meriwayatkannya. Dan ditemukan pula ada beberapa muridnya yang
meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Bahkan Abu
Said Radhiyallahu 'anhu bersedia menjadi makmum, shalat di belakang Abu
Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Ini termasuk jenis tautsiq (pengakuan) yang
sangat jelas, yang dapat ditambahkan untuk menjadi dalil dan bukti.

Beginilah sikap Abu Sa’id Al Khudri Radhiyallahu 'anhu, padahal ia
merupakan salah seorang dari kelompok kecil para sahabat yang diridhai
dan disenangi oleh Syi’ah. Orang Syi’ah menyanjungnya sebagai orang yang
istiqamah dan segera (cepat) kembali kepada Ali Radhiyallahu 'anhu, dan
termasuk sahabat pilihannya. Bagimana pula dengan Ibnu Abbas
Radhiyallahu 'anhu ? Mengapa orang yang (katanya) mencintai Ali
Radhiyallahu 'anhu tidak mengikuti jejak anak paman (sepupu) Ali
Radhiyallahu 'anhu ?

3. Jabir bin Abdullah Radhiyallahu Anhu
Jabir bin Abdullah Radhiyallahu 'anhu termasuk kelompok kecil dari
kalangan sahabat yang disetujui dan diridhai oleh Syi’ah, serta termasuk
orang pilihan Ali Radhiyallahu 'anhu. Ath Thusi memujinya sebagai orang
yang memiliki kedudukan agung. Ibnu Dawud rahimahullah mengutip, bahwa
Ja’far Ash Shadiq menshifatinya dengan inqitha’ (sangat loyal) kepada
mereka. Banyak riwayat dari Ash Shadiq, dari ayahnya Muhammad Al Baqir
dari Jabir Radhiyallahu 'anhu dalam kitab Shahih Al Bukhari, Shahih
Muslim, dan yang lainnya. Demikian juga riwayat Muhammad bin Amru bin
Hasan bin Ali darinya (Muhammad Al Baqir).

Jabir Radhiyallahu 'anhu menyebarkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu
'anhu dan meriwayatkannya langsung darinya. Ini sebagai pemberitahuan
terhadap seluruh Syi’ah atas rekomendasinya terhadap Abu Hurairah
Radhiyallahu 'anhu. Sebagaimana Ibnu Abbas Radhiyallahu a'nhu dan Sa’id
Al Khudri Radhiyallahu 'anhu, ia juga memperbolehkan murid-muridnya
menyebarkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Kita akan menjumpai,
Jabir Radhiyallahu 'anhu berbuat demikian juga terhadap murid-muridnya.


Bahkan kita mendapati Abu Az Zubair Al Makki Muhammad bin Muslim
bermulazamah (mengikuti terus dalam segala keadaannya) kepada Jabir
Radhiyallahu 'anhu, dan meriwayatkan dari Jabir Radhiyallahu a'nhu satu
catatan kumpulan hadits beliau yang cukup terkenal, yang para ahli
hadits memasukkannya ke dalam kitab-kitab mereka. Beliau juga
mendengarkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu a'nhu, dan tidak
ingin lepas mendapat keutamaan meriwayatkan haditsnya, sehingga ia pun
meriwayatkan hadits dari Abu ‘Alqamah Al Misri dari Abu Hurairah
Radhiyallahu a'nhu.

Kami hanya mencontohkan Abu Az Zubair karena kemasyhuran persahabatannya
dengan Jabir Radhiyallahu a'nhu. Jika tidak, maka kebanyakan para
perawi dari murid-murid Jabir Radhiyallahu a'nhu atau Ibnu Abbas
Radhiyallahu a'nhu dan Sa’id Al Khudri Radhiyallahu a'nhu telah
meriwayatkan dan menyebarkan hadits-hadits Abu Hurairah Radhiyallahu
a'nhu. Jika kita ingin berdalil dan berhujjah tentang masalah itu dengan
berbagai contoh, niscaya akan sangat panjang pembahasannya.

Apakah anda tidak memperhatikan, wahai orang yang bersikap obyektif dan
adil?! Sungguh teramat jauh dan mustahil, bila diantara putra-putra Ali
Radhiyallahu a'nhum mengucapkan satu kata ataupun kalimat (dimaksudkan)
untuk melemahkan Abu Hurairah Radhiyallahu a'nhu, lantas mereka tidak
menyampaikannya kepada Jabir Radhiyallahu a'nhu ?! Ataukah anda tidak
melihat dan memperhatikan, bahwa sangat jauh dan mustahil mereka
memperdengarkannya kepada Jabir Radhiyallahu a'nhu, kemudian Jabir
Radhiyallahu a'nhu tidak menyampaikannya kepada murid-muridnya, atau dia
menyelisihi mereka hinggga meriwayatkan hadits Abu Hurairah
Radhiyallahu a'nhu ?!

4. Abu Ayyub Al Anshari Radhiyallahu Anhu
Abu Ayyub Al Anshari Radhiyallahu anhu telah meriwayatkan hadits dari
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Padahal, ia memiliki kedudukan yang
sangat mulia di kalangan orang Syi’ah. Bahkan, mereka menggolongkannya
sebagai satu dari enam orang yang dianggap tidak murtad dari kalangan
sahabat.

Al Hakim meriwayatkan satu kisah dari jalan Abu Asy Sya’tsa’, ia berkata
: Aku datang di Madinah. Tiba-tiba Abu Ayyub Radhiyallahu anhu
meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu a'nhu. Akupun
bertanya kepadanya, ”Engkau meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah,
padahal engkau pemilik rumah yang disinggahi Rasulullah Radhiyallahu
a'nhu?!” Ia pun menjawab, ”Sungguh, aku meriwayatkan hadits dari Abu
Hurairah itu lebih aku sukai daripada aku meriwayatkan langsung dari
Rasulullah Radhiyallahu anhu,” yakni ia memberikan peringatan agar tidak
meriwayatkan langsung dari Nabi Radhiyallahu anhu, karena khawatir
keliru dan salah.

Semakin tampak jelas dan tegas pengakuan Abu Ayyub Al Anshari
Radhiyallahu a'nhu terhadap Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu dengan
periwayatan oleh murid-muridnya dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu
juga. Ini juga menunjukkan, bahwa ia belum dan tidak mendengar sesuatu
seperti yang dituduhkan ataupun diduga oleh orang, bila Ali Radhiyallahu
anhu berkomentar buruk tentang Abu Hurairah Radhiyallahu a'nhu.
Padahal, ia termasuk orang yang senantiasa menemani Ali Radhiyallahu
a'nhu hingga wafatnya, dan ikut bersamanya dalam peperangan serta
bertindak sebagai menterinya (wazir).

Yang termasuk sahabat-sahabat Abu Ayyub Radhiyallahu a'nhu dan
murid-muridnya ialah: ‘Atha’ bin Yazid Al Laitsi, Atha’ bin Yassar,
Musa bin Thalhah, Abu Salamah bin Abdul Rahman dan Mu’awiyah bin Qurrah
Al Muzani. Mereka, seluruhnya termasuk para perawi yang meriwayatkan
hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu a'nhu .

5. Anas dan Wailah Radhiyallahu 'Anhuma
Diantara sahabat yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu
anhu adalah Anas bin Malik Radhiyallahu anhu dan Wailah bin Al Asqa’
Al Laitsi Radhiyallahu anhu. Wailah Radhiyallahu anhu adalah sahabat
Rasulullah yang terakhir meninggal di Damasqus. Dia meninggal dua puluh
tahun setelah Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Berarti, ia memiliki
kesempatan untuk memilah-milah seluruh perbuatan Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu. Namun ia tidak menjumpai sesuatu yang dapat
menyebabkannya menghentikan periwayatan hadits dari Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu. Bahkan, ia justru bersemangat dalam menyebarkan
haditsnya.

Demikianlah beberapa sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang
meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Sebenarnya
masih banyak shahabat yang meriwayatkan hadits-hadits darinya, namun
kami hanya menyebutkan sebagian saja sebagai contoh. Sekaligus sebagai
bukti kepercayaan mereka kepada Abu Hurairah. Kalau seandainya mereka
tidak percaya atau menganggap Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berbohong,
tentu mereka tidak akan mau mengambil hadits darinya. Dan tentu akan
melarang kepada murid-muridnya meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu . Dan faktanya, semua itu tidak terjadi. Tetapi,
justru mereka menerima dan meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu .

PENGAKUAN PARA TABI'IN DAN TABI' TABI'IN
Para tabi’in memberikan tautsiq (rekomendasi, pengakuan) terhadap Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu baik dengan perkataan maupun perbuatannya.

Sejarah fiqh Islam telah mengenal nama tujuh pakar fiqh Madinah (fuqaha
as sab’ah), yang ketenaran mereka telah melampaui ufuk pada masa mereka
dan pada generasi setelahnya. Disebabkan mereka dikenal banyak
mengumpulkan hadits, kecemerlangan dan kelurusan berfikir, (memiliki)
akal yang cerdas dan ketinggian dalam beristimbat (menyimpulkan) hukum
dari orang yang semasa dan seusia mereka.

Orang yang meneliti dan memeriksa riwayat-riwayat para pakar fiqih yang
tujuh (fuqaha as sab’ah) ini, akan mendapatkan lima dari mereka
meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Mereka itu
ialah: Abu Bakar bin Abdurrahman bin Al Harits bin Hisyam, Urwah bin Al
Zubair, Said bin Al Musayyib, Sulaiman bin Yassaar dan Ubaidillah bin
Abdullah bin Utbah bin Mas’ud.

Abu Zinad memasukkan empat orang yang menjadi pakar fiqih terbaik
Madinah, yaitu: Said bin Al Musayyib, Urwah, Qabishah bin Dzuaib dan
Abdul Malik bin Marwan. Dan Qabishah termasuk rawi yang meriwayatkan
hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Demikian juga Abdul Malik
termasuk rawi yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu
anhu. Dialah yang kemudian menjadi khalifah.

Jika memeriksa dan meneliti daftar rawi yang meriwayatkan hadits dari
Abu Hurairah z , niscaya kita akan mendapatkan betapa banyak tokoh pakar
fiqh selain mereka yang dikenal kelebihan dan kepakarannya oleh
orang-orang yang hanya memiliki sedikit telaah kitab-kitab fiqh, hadits
dan tafsir. Mereka, ialah: Al Hasan Al Basri, Abu Shalih As Samman, Al
Muqbiri, Thawus, Abu Idris Al Khaulani, Amir bin Asy Sya’bi, Muhammad
bin Ka’ab Al Quradhi, Muhammad bin Al Munkadir, Abu Aliyah Al Riyahi,
Umu Ad Darda’ Ash Shughra (istri Abu Darda’ ra), Amr bin Dinaar, Amr bin
Maimun Al Audi, Muhammad bin Ibrahim At Taimi, Abu Al Mutawakkil An
Naji dan yang semisal dengan mereka. Riwayat mereka dari Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu ini menunjukkan pengakuan yang sangat jelas bagi
seorang yang berlaku adil dan obyektif.

Seperti mereka juga, dalam hal ini ialah anak-anak para sahabat yang
telah memadukan keutamaan dan kelebihan nasab serta kedalaman ilmu fiqh,
seperti Abu Salamah dan Humaid, keduanya putra Abdurrahman bin Auf;
Salim bin Abdullah bin Umar bin Al Khaththab; Sa’id bin Al Musayyib;
Ubaidillah bin Abdullah bin Utbab; Isa dan Musa, keduanya putra Thalhah
bin Ubaidillah (Thalhah ini adalah salah seorang yang mendapat jaminan
surga); Nafi’ bin Jubair bin Muth’im; Abu Burdah bin Abu Musa Al Asy’ari
dan Yazid bin Abdullah bin Asy Syukhair Al Amiri, dan lainnya dari
anak-anak para sahabat yang orang tuanya kurang terkenal dibanding
dengan mereka. Misalnya seperti: Muhammad bin Iyas bin Bukair yang
dilahirkan pada masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ayah dan
kedua pamannya yang bernama ‘Aqil dan Khalid’ termasuk orang yang ikut
serta menyaksikan perang Badar. Khaitsamah bin Abdurrahman bin Abu
Sibrah, ayah dan kakeknya termasuk sahabat, dia seorang terpercaya
(tsiqat) dan orang shalih dari penduduk Kufah. Abdurrahman bin Udzainah
bin Salamah Al Abdi; serta lainnya seperti orang-orang yang menjabat
sebagai hakim, atau mereka yang termasuk dalam kelompok yang berperang
bersama Ali Radhiyallahu anhu. Mereka semua meriwayatkan hadits-hadits
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.

Dan seperti mereka juga, ialah cucu-cucu para sahabat. Misalnya: Hafsh
bin Ubaidillah bin Anas bin Malik, Tamamah bin Abdullah bin Anas, Abu
Zur’ah bin Amr bin Jarir bin Abdullah Al Bajalli, Hafsh bin Ashim bin
Umar bin Khaththab dan Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah Al Anshari,
dan semisal mereka yang kakek-kakeknya kurang dikenal dibandingkan
mereka yang tersebut di atas.

Fakta ini menunjukkan, bahwa riwayat para tabi’in dari kalangan anak dan
cucu-cucu para sahabat (yang diambil) dari Abu Hurairah Radhiyallahu
anhu merupakan pengakuan terhadap Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.

Diantara perbuatan yang menunjukkan adanya pengakuan mereka juga -secara
implisit- yaitu kepergian mereka meminta fatwa kepada Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu, seperti yang dilakukan oleh Abu Katsir Al Yamani,
ketika ia berkata: Aku memasuki Madinah dari Yamamah saat banyaknya
orang yang berbeda pendapat dalam hal nabidz (anggur yang telah
disimpan, hampir menjadi arak). Aku menemui Abu Hurairah Radhiyallahu
anhu untuk bertanya kepadanya tentang hal tersebut. Lalu aku berjumpa
dengannya, dan akupun bertanya,”Wahai, Abu Hurairah. Sesungguhnya aku
datang dari Yamamah untuk bertanya kepadamu tentang nabidz. Maka
sampaikanlah kepadaku hadits dari Nabi n , dan jangan engkau sampaikan
selainnya.” Diapun menjawab,”Aku mendengar Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda: Khamr itu terbuat dari anggur dan kurma.”

Diantara perbuatan para tabi’in dari Kufah yang menunjukkan pengakuan
mereka terhadap Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, yaitu ketika Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu singgah ke tempat mereka. Lalu mereka
meminta agar beliau Radhiyallahu anhu meriwayatkan hadits untuk mereka.

Seorang tabi’in yang terhormat, Qais bin Abu Hazim rahimahullah
menyatakan: Abu Hurairah Radhiyallahu anhu singgah di tempat kami di
Kufah. Antara Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dengan maula (orang yang
membebaskan perbudakan) kami ada hubungan kekerabatan. -Sufyan, yakni
Ibnu Uyainah berkata,”Dia adalah maula Al Ahmas.”- Qais berkata,”Maka
kami mendatanginya seraya mengucapkan salam kepadanya.” Sufyan berkata
lagi,”Maka penduduk tempat tersebut mendatanginya, dan bapakku berkata
padanya,’Wahai, Abu Hurairah. Mereka adalah orang-orang yang masih satu
nasab denganmu. Mereka mendatangimu untuk mengucapkan salam kepadamu,
kemudian ceritakanlah kepada mereka hadits dari Rasulullah n .” Ia
berkata,”Selamat datang kuucapkan kepada mereka.”

PENGAKUAN DARI PARA PENGIKUT TABI’IN (TABI’IT TABI’IN) DAN ORANG-ORANG SETELAH MEREKA TERHADAP ABU HURAIRAH RADHIYALLAHU ANHU
Asy Syafi’i rahimahullah menyebutkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu
anhu dan lainnya “Emas dengan emas (adz dzahab bi adz dzahab)” yang
menyelisihi hadits Usamah bin Zaid Radhiyallahu anhu yang berbunyi
“Riba itu hanya ada pada riba an nasiah”. Lalu beliau dan yang
sependapat dengannya merajihkan (menguatkan) hadits Abu Hurairah ra
daripada hadits Usamah Radhiyallahu anhu tersebut, karena banyaknya
perawi, yang mereka lebih hafal dan lebih tua dalam usia daripada
Usamah. Juga karena Usamah Radhiyallahu anhu bersendirian dalam
meriwayatkan hadits, kemudian (Asy Syafi’i) berkata,”Dan Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu lebih tua dan orang yang paling hafal meriwayatkan
hadits pada masanya.”

Ini merupakan pengakuan sangat berharga yang bersumber dari Imam Asy
Syafi'i rahimahullah. Imam Syafi’i merupakan seorang tokoh yang terkenal
memiliki kekuatan hafalan, fiqh, kejeniusan dan kepakarannya; ditambah
(lagi), ia memiliki kezuhudan dan sikap wara’ (bersahaja) yang tinggi.

Al Imam Ath Thahawi rahimahullah -seorang pakar fiqh generasi awal
madzhab Hanafi, dan dia ini memiliki riwayat dari guru-guru Imam Bukhari
dan Muslim- ia berkata,”Sesungguhnya kita berprasangka baik (memuji)
terhadap Abu Hurairah.”

Diantara (pengakuan terhadapnya) juga, yaitu pengkhususan At Tirmidzi
rahimahullah (dalam) satu bab tentang manaqib Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu pada juz 13 dalam kitab Jami’-nya halaman 225 sampai
halaman 229. Juga Al Hakim Al Kabir Abu Ahmad, guru Al Hakim Ash Shaghir
penulis kitab Al Mustadrak berkata,”Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu
adalah seorang yang paling hafal dibandingkan dengan sahabat-sahabat
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (lainnya), dan (dia) seorang
yang paling setia bermulazamah terhadap Beliau Shallallahu 'alaihi wa
sallam.”

Sedangkan muridnya, yaitu Al Hakim Abu Abdillah, penulis kitab Al
Mustadrad berkata,”Sesungguhnya, semua orang yang ingin menghafal hadits
dari awal mulanya Islam hingga masa kita sekarang. Maka mereka termasuk
pengikut dan penolong setia Rasulullah. Dan Abu Hurairah Radhiyallahu
anhu adalah orang yang paling awal dan paling berhak dengan gelaran Al
Hifzh.”

Al Hakim t juga berkata di akhir pasal manaqib Abu Hurairah Radhiyallahu
a'nhu, yang ia khususkan dalam Al Mustadrak,”Allah yang menjaga kita
dari menyelisihi Rasul Rabb semesta alam, sahabat-sahabatnya yang
terpilih, para pemuka agama dari kalangan tabi’in, dan orang-orang yang
setelah mereka dari kalangan pemimpin kaum muslimin dalam penjagaan
syari’at agama kepada kita dengan Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.”

Ketahuilah, bahwa Al Hakim rahimahullah yang menyebarkan mutiara ini
termasuk yang dikenal dengan tasyayyu’ (pendukung setia Ali
Radhiyallahu anhu), namun tasyayyu’ zaman itu tidak seperti sekarang
ini. Demikian juga Al Hafizh Abu Nu’aim Al Ashbahani, penulis kitab
Hilyatu Al Auliya’ berkata,”Abu Hurairah adalah orang yang paling hafal
terhadap hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari
kalangan para sahabat.”

Sedangkan Syamsul A’immah As Sarkhasi Al Hanafi rahimahullah yang wafat
tahun 490 H, penulis kitab Al Mabsuth berkata,”Sesungguhnya Abu Hurairah
Radhiyallahu 'anhu termasuk seseorang, yang tidak ada seorangpun
meragukan ‘adalah (kejujuran, kepercayaan serta ketaqwaannya, Pent.) nya
dan persahabatannya yang lama dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam. Begitu juga kekuatan hafalan dan ketelitiannya. Sungguh
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mendo’akan untuknya
dengan hal itu (kekuatan hafalan) terhadap apa yang ia riwayatkan,”
kemudian ia berkata,”Dia adalah orang yang sudah terkenal keadalahan,
kekuatan hafalan dan ketelitiannya.”

Al Imam Adz Dzahabi rahi,ahullah berkata,”Dia seorang hafizh yang faqih,
ladangnya ilmu, dan termasuk tokoh senior dalam fatwa (kibaru a’immati
ala fatwa), disamping ketinggian ibadah serta tawadhu’nya.” Dia juga
memuji Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dengan mensifatinya “Imam bagi
para mujtahid, pemimpin para penghafal (hufazh) yang tekun, teliti serta
cermat (tsibt), dan ia telah membawa ilmu yang banyak dari Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam, baik dan penuh berkah di dalamnya. Dalam
jumlah banyaknya, seorangpun tidak ada yang menyamai dan menyetarainya.
Beliau juga, (dia) seorang yang berakhlaq mulia, kuat hafalannya. Kami
tidak menemukan kekeliruannya dalam meriwayatkan hadits. Dia juga tokoh
rujukan dalam Al Qur ‘an, As Sunnah dan fiqh.”

Sedangkan lbnu Katsir rahimahullah, penulis kitab tafsir dan tarikh
berkata, ”Sungguh Abu Hurairah Radhiyallahu anhu termasuk orang yang
memiliki kejujuran, kekuatan hafalan, ketaqwaan, ketaatan beribadah,
zuhud, dan beramal shalih dalam tingkat yang cukup besar. Dia juga
memiliki keutamaan dan manaqib yang banyak, memiliki tutur kata yang
baik dan nasihat yang banyak.”

Begitulah kita melihat, betapa banyak perkataan dan sikap perbuatan yang
memberikan tautsiq (pengakuan), baik dari kalangan para sahabat ataupun
orang-orang setelah mereka dari abad abad pilihan, hingga abad
berikutnya.

Demikianlah sekilas tentang Abu Hurairah Radhiyallahu anhu menurut
pandangan Salafush Shalih dari kalangan para shahabat, tabi’in dan
tabi’ut tabi’in. Cukuplah sebagai bekal menjawab syubhat-syubhat yang
dilontarkan oleh orang-orang yang tidak senang kepada Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu , yang dengan berbagai cara melontarkan opini yang
rancu dan dusta atas beliau Radhiyallahu anhu . Hendaklah kita
renungkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari Abu Sa’id
Al Khudri.

لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ

Janganlah kalian mencela sahabat-sahabatku. Seandainya salah seorang
diantara kalian menginfakkan emas sebesar Gunung Uhud, niscaya kalian
tidak bisa mencapai satu mud atau separuh mud derajat mereka. [HR
Bukhari].

Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun VIII/1425H/2004.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1].  Diangkat dari kitab Difa’un ‘An Abi Hurairah.

Back to top Go down
 
ABU HURAIRAH RADHIYALLAHU ANHU DALAM PANDANGAN SALAFUSH SHALIH[1]
Back to top 
Page 1 of 1

Permissions in this forum:You cannot reply to topics in this forum
Seuramoe Forum :: ● RELIGI & SPIRITUAL ● :: Islam Itu Indah :: Kisah Islam-
Jump to: