Seuramoe Forum
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.



 
HomeSeuramoeSearchRegisterLatest imagesLog in

 

 Seseorang Dilarang Meminang Pinangan Saudaranya

Go down 
AuthorMessage
june.dawn
Co-Admin
june.dawn


Join Date : 2011-06-06
Location : Banda Aceh
Posts : 101
Seseorang Dilarang Meminang Pinangan Saudaranya Left_bar_bleue98 / 10098 / 100Seseorang Dilarang Meminang Pinangan Saudaranya Right_bar_bleue


Seseorang Dilarang Meminang Pinangan Saudaranya Empty
PostSubject: Seseorang Dilarang Meminang Pinangan Saudaranya   Seseorang Dilarang Meminang Pinangan Saudaranya EmptyWed 15 Jun 2011 - 14:10

SESEORANG DILARANG MEMINANG PINANGAN SAUDARANYA


Oleh
Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq



Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau
melarang seseorang meminang atas pinangan saudaranya. Terdapat sejumlah
hadits mengenai hal itu, akan kami sebutkan di antaranya:

1. Hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari bahwa Ibnu ‘Umar
Radhiyallahu ‘anhuma menuturkan: "Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang sebagian kalian membeli apa yang dibeli saudaranya, dan tidak
boleh pula seseorang meminang atas pinangan saudaranya hingga peminang
sebelumnya meninggalkannya atau peminang mengizinkan kepadanya"[1]

2. Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari ‘Abdurrahman bin Syamasah,
bahwa dia mendengar ‘Uqbah bin ‘Amir berdiri di atas mimbar seraya
berucap: "Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:

ÇáúãõÄúãöäõ ÃóÎõæ ÇáúãõÄúãöäö¡ ÝóáÇó íóÍöáøõ áöáúãõÄúãöäö Ãóäú íóÈúÊóÇÚó
Úóáóì ÈóíúÚö ÃóÎöíúåö æóáÇó íóÎúØõÈõ Úóáóì ÎöØúÈóÉö ÃóÎöíúåö ÍóÊøóì
íóÐóÑó.

"(Seorang) mukmin itu saudara bagi mukmin lainnya. Oleh karena itu tidak
halal bagi seorang mukmin membeli atas pembelian saudaranya dan tidak
pula meminang atas pinangan saudaranya hingga dia meninggalkannya"[2]

Seseorang yang meminang pinangan saudaranya dapat memasukkan (menyebabkan) permusuhan dalam hati. Karena itu, Islam melarangnya.

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

ÅöíøóÇßõãú æóÇáÙøóäøó ÝóÅöäøó ÇáÙøóäøó ÃóßúÐóÈõ ÇáúÍóÏöíúËö¡ æóáÇó
ÊóÌóÓøóÓõæúÇ æóáÇó ÊóÍóÓøóÓõæúÇ¡ æóáÇó ÊóÈóÇÛóÖõæúÇ¡ æóßõæúäõæúÇ
ÅöÎúæóÇäðÇ¡ æóáÇó íóÎúØõÈõ ÇáÑøóÌõáõ Úóáóì ÍöØúÈóÉö ÃóÎöíúåö ÍóÊøóì
íóäúßöÍó Ãóæú íóÊúÑõßó.

"Janganlah kalian berprasangka, karena prasangka itu adalah
seburuk-buruk pembicaraan. Jangan mencari-cari kesalahan orang dan
jangan saling bermusuhan, serta jadilah kalian sebagai orang-orang yang
bersaudara. Janganlah seseorang meminang atas pinangan saudaranya hingga
dia menikah atau meninggalkannya"[3]

Al-Hafizh berpendapat dalam al-Fath, bahwa larangan ini untuk
pengharaman, ia mengatakan: “Menurut jumhur, larangan ini untuk
pengharaman...” lalu beliau menambahkan: “Larangan ini menurut mereka
untuk pengharaman, tetapi tidak membatalkan akad.”

Bahkan, Imam an-Nawawi meriwayatkan bahwa larangan dalam hadits ini
untuk pengharaman berdasarkan ijma’. Tetapi mereka berselisih mengenai
syarat-syaratnya.

Para ulama madzhab Syafi’i dan Hanbali berpendapat bahwa pengharaman ini
berlaku jika wanita yang dipinang menyatakan secara tegas atau walinya
yang dia izinkan. Jika yang kedua tidak mengetahui perihal tersebut,
maka boleh meminangnya karena pada asalnya adalah dibolehkan.

Menurut Imam asy-Syafi’i, makna hadits dalam bab ini ialah bila seorang
pria meminang wanita lalu ia ridha dengannya dan (hatinya merasa) mantap
kepadanya, maka tidak boleh seorang pun melamar pinangannya. Jika
seseorang tidak mengetahui kerelaannya dan kemantapan pilihannya, maka
tidak mengapa dia meminangnya. Hujjah dalam perkara ini ialah kisah
Fathimah binti Qais.[3]

Pertanyaan.
Apa balasan bagi orang yang merusak hubungan wanita dengan suaminya?

Jawaban.
Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Abdullah bin Buraidah dari ayahnya, ia
mengatakan: "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

áóíúÓó ãöäøóÇ ãóäú ÍóáóÝó ÈöÇúáÃóãóÇäóÉö¡ æóãóäú ÎóÈøóÈó Úóáóì ÇãúÑöÆò ÒóæúÌóÊóåõ Ãóæú ãóãúáõæúßóåõ¡ ÝóáóíúÓó ãöäøóÇ.

"Bukan termasuk golongan kami siapa yang bersumpah ‘demi amanah’, dan
barangsiapa yang merusak hubungan seseorang dengan isterinya atau hamba
sahaya yang dimilikinya, maka ia bukan golongan kami" [5]

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata tentang hukum merusak hubungan
wanita dengan suaminya: “(Perbuatan) ini termasuk salah satu dosa besar.
Sebab, jika syari’at melarang meminang pinangan saudaranya, maka
bijimana halnya dengan orang yang merusak isterinya, hamba sahaya
wanitanya atau hamba sahaya laki-lakinya, serta berusaha memisahkan di
antara keduanya sehingga dia bisa berhubungan dengannya. Perbuatan dosa
ini tidak kurang dari perbuatan keji (zina), walaupun tidak melebihinya,
dan hak yang lain tidak gugur dengan taubat dari kekejian. Karena
taubat, meskipun telah menggugurkan hak Allah, namun hak hamba masih
tetap (ada). Menzhalimi seseorang (suami) dengan merusak isterinya dan
kejahatan terhadap ranjangnya, hal itu lebih besar dibanding merampas
hartanya secara zhalim. Bahkan, tidak ada (hukuman) yang setara di
sisinya kecuali (dengan) mengalirkan darahnya"[6]

Syaikhul Islam rahimahullahu ditanya tentang wanita yang berpisah dengan
suaminya, lalu seseorang meminangnya dalam masa ‘iddahnya dan ia
memberi nafkah kepadanya: “Apakah itu dibolehkan ataukah tidak?”

Beliau menjawab: “Segala puji hanya milik Allah. Jelas-jelas (seseorang)
tidak boleh meminang wanita yang masih dalam ‘iddah dengan tegas,
walaupun dalam ‘iddah karena (ditinggal) wafat, berdasarkan kesepakatan
kaum muslimin; maka bijimana halnya dalam ‘iddah perceraian?
Barangsiapa yang melakukan demikian, ia berhak mendapatkan hukuman yang
membuatnya dan orang-orang yang semisalnya menjadi jera dari perbuatan
itu. Dan hukuman itu diberikan kepada orang yang meminang maupun yang
dipinang, semua diberi hukuman, dan dilarang menikahkan dengannya
sebagai hukuman baginya karena niatnya yang batal, wallaahu a’lam” [7]

Beliau juga ditanya tentang laki-laki yang mentalak isterinya dengan
talak tiga. Setelah menyelesaikan ‘iddahnya di sisinya, ia keluar.
Setelah itu, ia menikah dan dicerai pada hari itu juga. Orang yang
menalaknya tidak mengetahui kecuali pada hari kedua, apakah dia boleh
bersepakat bersama wanita itu jika telah menyelesaikan ‘iddahnya, maka
ia akan rujuk kepadanya?

Beliau menjawab: "Ia tidak boleh meminangnya di masa ‘iddah dari (suami)
selainnya, dan tidak boleh pula memberi nafkah kepadanya untuk
menikahinya. Jika talak itu talak raj’i, maka ia tidak boleh melamar
dengan sindiran. Jika talaknya adalah talak ba’in, maka kebolehan
meminang dengan sindiran diperselisihkan. Kondisi tersebut jika wanita
ini menikah dengan nikah raghbah (atas dasar suka). Adapun jika dia
menikah dengan nikah tahlil, maka Rasulullah n telah melaknat muhallil
dan muhallal lahu.[8,9]

MASALAH DALAM PEMINANGAN.
Sudah menggejala di tengah umat Islam mengenai keluarnya peminang
bersama wanita pinangannya tanpa akad, dan mereka duduk berduaan.
Perhatikan, apa yang terjadi akibat perbuatan ini? Oleh karena itu,
untuk menambah manfaat, kami merasa perlu meletakkan beberapa pertanyaan
yang berisikan jawaban sebagian ulama mengenai hal itu.

1. Hubungan Kasih Sayang Sebelum Pernikahan (Pacaran).
Yang mulia Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullahu
ditanya: “Apa pandangan agama tentang hubungan sebelum perkawinan
(pacaran)?”

Beliau menjawab: “Pernyataan penanya “sebelum menikah”, jika yang dia
dimaksud adalah sebelum "mencampuri" dan sesudah akad, maka ini tidak
berdosa. Karena dengan akad, ia sudah menjadi isterinya, meskipun belum
melakukan persetubuhan. Adapun sebelum akad, pada saat lamaran atau
sebelum itu, maka ini diharamkan dan tidak dibolehkan. Tidak boleh
seseorang bermesraan bersama wanita yang bukan isterinya, baik
berbicara, memandang maupun berduaan. Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda.

áÇó íóÎúáõæúäó ÑóÌõáñ ÈöÇãúÑóÃóÉò ÅöáÇøó ãóÚó Ðöíú ãóÍúÑóãò¡ æóáÇó ÊõÓóÇÝöÑõ ÇãúÑóÃóÉñ ÅöáÇøó ãóÚó Ðöíú ãóÍúÑóãò.

"Janganlah seseorang berduaan dengan seorang wanita kecuali bersama
mahramnya, dan janganlah wanita bepergian kecuali bersama mahramnya"
[10]

Walhasil, jika berkumpul ini setelah akad, maka tidaklah berdosa. Jika
ini dilakukan sebelum akad walaupun setelah peminangan dan pinangannya
diterima, maka ini (pun) tidak boleh. Perbuatan ini haram baginya,
karena wanita ini masih tergolong orang lain, hingga ia mengikatnya
(dengan ikatan pernikahan)." [11]

2. Hukum Peminang Duduk Bersama Wanita Pinangannya.
Yang mulia Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullahu
ditanya: “Aku telah meminang wanita dan aku membacakan kepadanya 20 juz
al-Qur'an selama masa peminangan, alhamdulillaah. Aku duduk bersamanya
dengan keberadaan mahram, sedangkan ia tetap memakai hijab syar’i,
alhamdulillaah, dan duduk kami tidak keluar dari pembicaraan agama atau
membaca al-Qur'an, dan juga waktu duduk tersebut sangatlah pendek;
apakah ini kesalahan menurut syari’at?”

Beliau menjawab: “Ini tidak sepatutnya dilakukan. Karena pada umumnya
perasaan seseorang bahwa teman duduknya adalah pinangannya dapat
membangkitkan syahwatnya. Luapan syahwat kepada selain isteri dan sahaya
wanitanya adalah haram, dan segala apa yang dapat membawa kepada
keharaman adalah haram” [12]

3. Sekedar Dipinang Tidak Dilarang Menikahkannya dengan Selain Peminang.
Syaikh Muhammad bin Ibahim Alusy Syaikh rahimahullahu ditanya tentang
seseorang yang datang dengan membawa saudara perempuan sekandungnya,
sedangkan dia telah dipinang oleh seorang pria di negerinya, Yaman. Hari
itu saudaranya ingin menikahkannya di Tha'if; apakah sah menikahkannya
padahal dia telah dipinang?

Beliau menjawab: “Alhamdulillaah, selagi wanita ini belum dipertalikan
dengan pria yang melamarnya dengan akad pernikahan, maka sekedar
lamarannya saja kepadanya tidak menghalanginya untuk menikahkannya
dengan selainnya” [13]

[Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Edisi Indonesia
Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penulis Abu Hafsh Usamah bin
Kamal bin Abdir Razzaq, Penterjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu
Katsair]
__________
Foote Note
[1]. HR. Al-Bukhari (no. 5142) kitab an-Nikaah, Muslim (no. 1412) kitab
an-Nikaah, at-Tirmidzi (no. 1292) kitab al-Buyuu’, an-Nasa-i (no. 3243)
kitab an-Nikaah, Abu Dawud (no. 2081) kitab an-Nikaah, Ibnu Majah (no.
2171) kitab at-Tijaaraat, Ahmad (no. 4708), Malik (no. 1112) kitab
an-Nikaah, ad-Darimi (no. 2176) kitab an-Nikaah.
[2]. HR. Al-Bukhari (no. 5142) kitab an-Nikaah, ad-Darimi (no. 2176) kitab an-Nikaah.
[3]. HR. Al-Bukhari (no. 5143) kitab an-Nikaah, Muslim (no. 2563)
[4]. Fat-hul Baari (IX/199).
[5]. HR. Ahmad (no. 22471), al-Hakim (IV/298), ia menshahihkannya dan
disetujui oleh adz-Dzahabi; Abu Dawud (no. 3253) kitab al-Aimaan wan
Nudzuur, dan dishahihkan oleh al-Mundziri dalam at-Targhiib (V/385)
[6]. Dinukil dari al-Manawi dalam Faidhul Qadiir (V/385).
[7]. Majmuu’ Fataawaa Ibni Taimiyyah (XXXII/8)
[8]. Takhrijnya telah disebutkan sebelumnya.
[9]. Majmuu’ Fataawa (XXXII/8)
[10]. Telah disebutkan takhrijnya sebelumnya.
[11]. Al-Muslimuun (hal. 10)
[12]. Faatawaa asy-Syaikh Ibni ‘Utsaimin (II/748)
[13]. Fataawaa wa Rasaa-il Samahatisy Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alusy Syaikh (X/56-57).
Back to top Go down
 
Seseorang Dilarang Meminang Pinangan Saudaranya
Back to top 
Page 1 of 1

Permissions in this forum:You cannot reply to topics in this forum
Seuramoe Forum :: ● RELIGI & SPIRITUAL ● :: Islam Itu Indah :: Nikah-
Jump to: