“Mencuci mata” sudah
menjadi kebiasaan dan budaya banyak orang terutama di kalangan para
muda. Nongkrong di pinggir jalan untuk “mencuci mata”, menikmati
pemandangan alam yang indah dan penuh pesona sudah menjadi adat
sebagian orang. Namun yang menjadi pertanyaan adalah alam apakah yang
sedemikian indahnya sehingga menjadikan para pemuda begitu banyak yang
tertarik dan terkadang mereka nongkrong hingga berjam-jam? Ternyata
alam tersebut adalah wajah manis para wanita. Apalagi sampai terlontar
dari sebagian mereka pemahaman bahwa memandang wajah manis para
wanita merupakan ibadah dengan dalih, “Saya tidaklah memandang wajah
para wanita karena sesuatu (hawa nafsu), namun jika saya melihat
mereka saya berkata, “Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling
Baik”[1]Ini jelas merupakan racun syaithan yang telah merasuk
dalam jiwa-jiwa sebagian kaum muslimin. Pada hakekatnya istilah yang
mereka gunakan (cuci mata) merupakan istilah yang telah dihembuskan
syaithan pada mereka. Istilah yang benar adalah “Ngotori mata”. Kebiasaan
yang sudah merebak seantero dunia ini memang sulit untuk
ditinggalkan. Bukan cuma orang awam saja yang sulit untuk
meninggalkannya bahkan betapa banyak ahli ibadah yang terjerumus ke
dalam praktek “ngotori mata” ini. Masalahnya alam yang menjadi fokus
pandangan sangatlah indah dan dorongan dari dalam jiwa untuk menikmati
pesona alam itupun sangat besar.Oleh karena itu penulis mencoba
untuk memaparkan beberapa perkara yang berkaitan dengan hukum
pandangan, semoga bermanfaat bagi penulis khususnya dan juga bagi
saudara-saudaraku para pembaca yang budiman.
Fadhilah menjaga pandanganMenjaga
pandangan mata dari memandang hal-hal yang diharamkan oleh Allah
merupakan akhlak yang mulia, bahkan Rasulullah r menjamin masuk surga
bagi orang-orang yang salah satu dari sifat-sifat mereka dalah menjaga
pandangan.Abu Umamah berkata,”Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:اُكْفُلُوا
لِي بِسِتٍ أَكْفُلْ لَكُمْ بِالْجَنَّةِ, إِذَا حَدَّثَ أَحَدُكُمْ
فَلاَ يَكْذِبْ, وَ إِذَا اؤْتُمِنَ فَلاَ يَخُنْ, وَ إِذَا وَعَدَ
فَلاَ يُخْلِفْ, غُضُّوْا أَبْصَارَكُمْ, وَكُفُّوْا أَيْدِيَكُمْ,
وَاحْفَظُوْا فُرُوْجَكُمْ
“Berilah jaminan padaku enam
perkara, maka aku jamin bagi kalian surga. Jika salah seorang kalian
berkata maka janganlah berdusta, dan jika diberi amanah janganlah
berkhianat, dan jika dia berjanji janganlah menyelisihinya, dan
tundukkanlah pandangan kalian, cegahlah tangan-tangan kalian (dari
menyakiti orang lain), dan jagalah kemaluan kalian.”[2] Bahkan
orang jahiliyahpun mengetahui bahwa menjaga pandangan adalah akhlak
yang mulia. Berkata ‘Antarah bin Syaddad seorang penyair di zaman
jahiliyah:وَأَغُضُّ طَرْفِي مَا بَادَتْ لِي جَارَتِي حَتَّى يُوَارِيَ جَارَتِي مَأْوَاهَا
“Dan akupun terus menundukkan pandanganku tatkala tampak istri tetanggaku sampai masuklah dia ke rumahnya”[3]Syaikh
Abdurrazzaq bin Abdilmuhsin Al-’Abbad –Hafidzohumulloh-
berkata,”Inilah salah satu akhlak mulia yang dipraktekkan oleh orang
pada zaman jahiliyah, namun yang sangat memprihatinkan justru kaum
muslimin di zaman sekarang meninggalkannya.”
Menjaga pandangan di zaman sekarang ini sangatlah sulitMenjaga
pandangan dari hal-hal yang dilarang memang perkara yang sangat sulit
apalagi di zaman sekarang ini. Hal-hal yang diharamkan untuk
dipandang hampir ada disetiap tempat, di pasar, di rumah sakit, di
pesawat, bahkan di tempat-tempat ibadah. Majalah-majalah, koran-koran,
televisi (ditambah lagi dengan adanya parabola), gedung-gedung
bioskop penuh dengan gambar-gambar seronok dan porno alias para wanita
yang berpenampilan vulgar. Wallahul Musta’an… bijimana
para lelaki tidak terjebak dengan para wanita yang aslinya merupakan
keindahan kemudian bertambah keindahannya tatkala para wanita tersebut
menghiasi diri mereka dengan alat-alat kecantikan, dan lebih
bertambah lagi keindahannya jika yang menghiasi adalah syaithan yang
memang ahli dalam menghiasi para wanita. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berkataالمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
“Wanita adalah aurat, jika ia keluar maka syaitan memandangnya”[4]Berkata
Al-Mubarokfuuri, “Yaitu syaitan menghiasi wanita pada pandangan para
lelaki, dan dikatakan (juga) maksudnya adalah syaitan melihat wanita
untuk menyesatkannya dan (kemudian) menyesatkan para lelaki dengan
memanfaatkan wanita tersebut sebagai sarana…”[5]Diantara
penyebab terjangkitinya banyak orang dengan penyakit ini, bahkan
menimpa para penuntut ilmu, karena sebagian mereka telah dibisiki
syaithan bahwasanya memandang wanita tidaklah mengapa jika tidak
diiringi syahwat. Atau ada yang sudah mengetahui bahwasanya hal ini
adalah dosa namun masih juga menyepelekannya. Yang perlu digaris
bawahi adalah banyak sekali orang yang terjangkit penyakit ini dan
mereka terus dan sering melakukannya dengan tanpa merasa berdosa
sedikitpun, atau minimalnya mereka tetap meremehkan hal ini, padahal
ada sebuah kaedah penting yang telah kita ketahui bersama yaituلاَ صَغِيْرَةَ مَعَ الإصْرَار
Tidak lagi disebut dosa kecil jika (perbuatan maksiat itu) dilakukan terus menerus.[6] Hukum memandang wajah wanita yang bukan mahram.Dari Jarir bin Abdillah radliyallahu ‘anhu , ia berkata,سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ عَنْ نَظْرَةِ الْفَجَاءَةِ, فَأَمَرَنِيْ أَنْ أَِصْرِفَ بَصَرِيْ
“Saya
bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang
pandangan yang tiba-tiba (tidak sengaja), maka beliau memerintahan aku
untuk memalingkan pandanganku”[7] Dari Buraidah, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Ali radliyallahu ‘anhu,يَا عَلِيّ ُ! لاَتُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ, فَإِنَّمَا لَكَ الأُولَى وَلَيْسَتْ لَكَ الأَخِيْرَةُ
“Wahai
Ali janganlah engkau mengikuti pandangan (pertama yang tidak sengaja)
dengan pandangan (berikutnya), karena bagi engkau pandangan yang
pertama dan tidak boleh bagimu pandangan yang terakhir (pandangan yang
kedua)”[8]Dari Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhu, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membonceng Al-Fadl lalu datang
seorang wanita dari Khots’am. Al-Fadl memandang kepada wanita tersebut
–dalam riwayat yang lain, kecantikan wanita itu menjadikan Al-Fadl
kagum- dan wanita itu juga memandang kepada Al-Fadl, maka Nabipun
memalingkan wajah Al-Fadl kearah lain (sehingga tidak memandang wanita
tersebut)…”[9]Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memalingkan
wajah Al-Fadl sehingga tidak lagi memandang wajah wanita tersebut,
jelaslah hal ini menunjukan bahwa memandang wajah seorang wanita (yang
bukan mahram) hukumnya haram.[10]
Bahayanya Tidak Menjaga Pandangan Mata.Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,العَيْنَانِ تَزْنِيَانِ وَزِنَاهُمَا النَّظْرُ
“Dua mata berzina, dan zina keduanya adalah pandangan”[11]Penamaan
zina pada pandangan mata terhadap hal-hal yang haram merupkan dalil
yang sangat jelas atas haramnya hal tersebut dan merupakan peringatan
keras (akan bahayanya), dan hadits-hadits yang semakna hal ini sangat
banyak[12] Allah berfirman,قلْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ
يَغُضُّوْا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوْا فُرُوْجَهُمْ ذَلِكَ
أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا يَصْنَعُوْنَ وَقُلْ
لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ
فُرُوْجَهُنَّ….
Katakanlah kepada para lelaki yang beriman,
“Hendaknya mereka menahan sebagian pandangan mereka dan memelihara
kemaluan mereka, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka,
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”, dan
katakanlah kepada para wanita yang beriman, “Hendaknya mereka menahan
sebagian pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka….. Hingga firman Allah diakhir ayat…وَتُوْبُوْا إِلَى اللهِ جَمِيْعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Dan bertaubatlah kalian sekalian kepada Allah wahai orang-orang yang beriman semoga kalian beruntung. (An-Nuur 30-31) Berkata
Syaikh Utsaimin,“Ayat ini merupakan dalil akan wajibnya bertaubat
karena tidak menundukan pandangan dan tidak menjaga kemaluan
-menundukkan pandangan yaitu dengan menahan pandangan dan tidak
mengumbarnya- karena tidak menundukkan pandangan dan tidak menjaga
kemaluan merupakan sebab kebinasaan dan sebab kecelakaan dan timbulnya
fitnah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
Tidak pernah aku tinggalkan fitnah yang lebih berbahaya terhadap kaum pria daripada finah para wanita.[13] وَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِِ بَنِي إِسْرَائِيْلَ كَانَتْ فِي النِّسَاء
Dan sesungguhnya fitnah yang pertama kali menimpa bani Israil adalah fitnah wanita.[14] Oleh
karena itu musuh-musuh Islam bahkan musuh-musuh Allah dan RasulNya
dari golongan Yahudi, Nasrani, orang-orang musyrik, dan komunis, serta
yang menyerupai mereka dan merupakan antek-antek mereka , mereka
semua sangat ingin untuk menimpakan bencana ini kepada kaum muslimin
dengan (memanfaatkan) para wanita. Mereka mengajak kepada ikhtilath
(bercampur baur) antara para lelaki dan para wanita dan menyeru kepada
moral yang rusak. Mereka mempropagandakan hal itu dengan lisan-lisan
mereka, dengan tulisan-tulisan mereka, serta dengan tindak-tanduk
mereka -Kita berlindung kepada Allah- karena mereka mengetahui bahwa
fitnah yang terbesar yang menjadikan seseorang melupakan Robnya dan
melupakan agamanya hanyalah terdapat pada wanita.[15]Dan para wanita memberi fitnah kepada para lelaki yang cerdas sebagaimana sabda Nabi,مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَ دِيْنٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ
“Tidak
pernah aku melihat orang yang kurang akal dan agamanya yang lebih
membuat hilang akal seorang lelaki tegas dari pada salah seorang dari
kalian (wahai para wanita)”.[16]Apakah engkau ingin (penjelasan) yang lebih jelas dari (penjelasan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang gamblang) ini?Tidak
ada yang lebih dari para wanita dalam hal melalaikan akal seorang
laki-laki yang tegas, lalu bagiamana dengan pria yang lemah, tidak
memiliki ketegasan, tidak memiliki semangat, tidak memiliki agama dan
kejantanan? Tentunya lebih parah lagi. Namun seorang pria
yang tegas dibuat “teler” oleh para wanita –kita mohon diselamatkan
oleh Allah- dan inilah kenyataan yang terjadi. Oleh karena itu setelah
Allah memerintah kaum mukminin untuk menundukan pandangan Allah
berkata,وَتُوْبُوْا إِلَى اللهِ جَمِيْعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Dan bertaubatlah kalian sekalian kepada Allah wahai orang-orang yang beriman semoga kalian beruntung.Maka
wajib atas kita untuk saling menasehati untuk bertaubat dan
hendaknya saling memperhatikan antara satu dengan yang lainnya apakah
seseorang diantara kita telah bertaubat ataukah masih senantiasa
tenggelam dalam dosa-dosanya, karena Allah mengarahkan perintah untuk
bertaubat kepada kita semua.” [17]Perintah Allah secara khusus
untuk bertaubat dari tidak menjaga pandangan mata menunjukan bahwa hal
ini bukanlah perkara yang sepele. Pandangan mata merupakan awal dari
berbagai macam malapetaka. Barangsiapa yang semakin banyak memandang
kecantikan seorang wanita yang bukan mahramnya maka semakin dalam
kecintaannya kepadanya hingga akhirnya akan mengantarkannya kepada
jurang kebinasaannya, Wal ‘iyadzu billah[18]Berkata
Al-Marwazi,“Aku berkata kepada Abu Abdillah (Imam Ahmad bin Hanbal),
Seseorang telah bertaubat dan berkata ,”Seandainya punggungku dipukul
dengan cambuk maka aku tidak akan bermaksiat”, hanya saja dia tidak
bisa meninggalkan (kebiasaan tidak menjaga) pandangan?”, Imam Ahmad
berkata, “Taubat macam apa ini”?[19]Berkata Syaikh Muhammad
Amin, “Dengan demikian engkau mengetahui bahwasanya firman Allah
يَعْلَمُ خَائِنَةَ الأَعْيُنِ (Dia mengetahui pandangan mata yang
berhianat)[20] merupakan ancaman terhadap orang yang berkhianat dengan
pandangannya yaitu dengan memandang kepada perkara-perkara yang tidak
halal baginya”[21]Berkata Ibnu Abbas menafsirkan ayat ini
يَعْلَمُ خَائِنَةَ الأَعْيُنِ (Dia mengetahui pandangan mata yang
berhianat)[22], “Seorang pria berada bersama sekelompok orang.
Kemudian lewatlah seorang wanita maka pria tersebut menampakkan kepada
orang-orang yang sedang bersamanya bahwa dia menundukkan
pandangannya, namun jika dia melihat mereka lalai darinya maka diapun
memandang kepada wanita yang lewat tersebut, dan jika dia takut
ketahuan maka diapun kembali menundukkan pandangannya. Dan Allah telah
mengetahui isi hatinya bahwa dia ingin melihat aurat wanita
tersebut.”[23]Dari Abdullah bin Abi Hudzail berkata, “Abdullah
bin Mas’ud masuk dalam sebuah rumah mengunjungi seseorang yang sakit,
beliau bersama beberapa orang. Dan dalam rumah tersebut terdapat
seorang wanita maka salah seorang dari mereka orang-orang yang
bersamanya memandang kepada wanita tersebut, maka Abdullah (bin
Mas’ud) berkata kepadanya,“Jika matamu buta tentu lebih baik
bagimu””[24]Jangankan memandang paras ayu sang wanita, bahkan
memandangnya dari belakangnya saja, atau bahkan hanya memandang roknya
saja bisa menimbulkan fitnah. Akan datang syaithan dan mulai
menghiasi sekaligus mengotori benak lelaki yang memandangnya dengan
apa yang ada di balik rok tersebut. Jelaslah pandangannya itu
mendatangkan syahwat.Berkata Al-‘Ala’ bin Ziyad, “Janganlah
engkau mengikutkan pandanganmu pada pakaian seorang wanita.
Sesungguhnya pandangan menimbulkan syahwat dalam hati”Demikianlah
sangat takutnya para salaf akan bahayanya mengumbar pandangan, dan
perkataan mereka ini bukanlah suatu hal yang berlebihan, bahkan bahaya
itupun bisa kita rasakan. Namun yang sangat menyedihkan masih ada di
antara kita yang merasa dirinya aman dari fitnah walaupun mengumbar
pandangannya. Hal ini tidaklah lain kecuali karena dia telah terbiasa
melakukan kemaksiatan, terbiasa mengumbar pandangannya, sehingga
kemaksiatan tersebut terasa ringan di matanya. Dan ini merupakan
ciri-ciri orang munafik. Berkata Abdullah bin Mas’ud r, إِنَّ
الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوْبَهُ كَأَنَّهُ قَاعٍِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ
أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ، وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوْبَهُ كَذُبَابٍ
مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ فَقَالَ بِهِ هَكَذَا
“Seorang mu’min
memandang dosa-dosanya seperti gunung yang ia berada di bawah gunung
tersebut, dia takut (sewaktu-waktu) gunung tersebut jatuh menimpanya.
Adapun seorang munafik memandang dosa-dosanya seperti seekor lalat yang
terbang melewati hidungnya lalu dia pun mngusir lalat tersebut.”[25]Bahkan tatkala seseorang sedang melaksanakan ibadah sekalipun, hendaknya dia tidak merasa aman dan tetap menjaga pandangannya.Berkata
Al-Fadl bin ‘Ashim,”Tatkala seorang pria sedang thawaf di ka’bah
tiba-tiba dia memandang seorang wanita yang ayu dan tinggi semampai,
maka diapun terfitnah disebabkaan wanita tersebut, hatinyapun gelisah.
Maka diapun melantunkan sebuah syair, Aku tidak menyangka kalau aku bisa jatuh cinta….tatkala sedang thawaf mengelilingi rumah Allah yang diberi “kiswah”[26]…Hingga akhirnya akupun ditimpa bencana maka jadilah aku setengah gila…Gara-gara jatuh cinta kepada seorang seorang wanita yang parasnya menawan laksana rembulan…Duhai…sekirainya aku tidak memandang elok rupanya Demi Allah apa kiranya yang bisa aku harapkan dari pandanganku dengan memandangnya? “[27]Berkata Ma’ruf Al-Kurkhi , “Tundukkanlah pandangan kalian walaupun kepada kambing betina”Berkata
Sufyan At-Tsauri menafsirkan firman Allah وَخُلِقَ الإِنْساَنُ
ضَعِيْفًا (Dan manusia dijadikan bersifat lemah 4,28), “Seorang wanita
melewati seorang pria, maka sang pria tidak mampu menguasai dirinya
untuk menunudukkan pandangannya pada wanita tersebut…maka adakah yang
lebih lemah dari hal ini?”[28]Berkata seorang penyair ,”Namun kadang seorang pria tak berdaya, tekuk lutut dibawah kerling mata wanita”
Praktek para salaf dalam menjaga pandangan.Dari
Al-Mada’ini dari syaikh-syaikh beliau berkata, “Sebagian orang
pemerintahan di Bashrah hendak bertemu dengan Dawud bin Abdillah, maka
Dawudpun pergi (menuju Bashrah) dan singgah di rumah salah seorang
sahabat beliau yang terletak di pinggiran Bashrah. Sahabatnya ini adalah
seorang yang sangat pencemburu. Dia memiliki seorang istri yang
bernama Zarqaa’ yang cantik jelita. Pada suatu saat sahabatnya ini
keluar karena ada suatu keperluan, maka diapun berpesan kepada
istrinya untuk bersikap ramah dan melayani Dawud. Tatkala kembali
kerumahnya diapun berkata kepada Dawud, “bijimana menurutmu dengan si
Zarqaa’?, bijimana sikap ramahnya kepadamu?”. Dawud berkata, “Siapa
itu Zarqaa’?”, dia berkata, “Yang mengurusimu dirumah ini”. Dawud
berkata, “Saya tidak tahu dia si Zarqaa’ atau si Kahlaa’?”. Lalu
istrinya menemuinya maka diapun marah dan berkata, “Aku telah berpesan
kepadamu agar ramah dan melayani Dawud, lalu mengapa tidak kau
lakukan pesanku?”. Istrinya berkata, “Engkau telah berpesan kepadaku
untuk melayani seorang yang buta, demi Allah dia sama sekali tidak
melirik kepadaku!”Dari Muhammad bin Abdillah Az-Zarraad
berkata, “Hassaan (bin Abi Sinan) keluar untuk melaksanakan shalat
‘ied, tatkala dia kembali dikatakan kepadanya, “Wahai Abu Abdillah,
kami tidak melihat hari raya ‘ied yang wanitanya paling banyak
(keluar ikut shalat ‘ied) dari pada ‘ied tahun ini! Dia berkata,“Tidak
ada seorang wanitapun yang bertemu denganku hingga aku kembali!”.
Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa tatkala dia kembali istrinya
berkata kepadanya, “Berapa wanita cantik yang engkau lihat hari ini?”
(Hasan diam tidak menjawab) namun tatkala istrinya terus mendesaknya
diapun berkata, “Celaka engkau! saya tidak melihat kecuali pada jempol
kakiku semenjak saya keluar darimu hingga saya kembali kepadamu!”
[29]Berkata Sufyan,“Ar-Robi’ bin Khutsaim selalu menundukkan
pandangannya. (Pada suatu hari) lewatlah di depannya sekelompok wanita
maka diapun menundukkan kepalanya hingga para wanita tersebut
menyangka bahwa dia buta. Para wanita tersebutpun berlindung kepada
Allah dari (ditimpa) kebutaan”[30]Salaf tidak hanya menjaga
pandangan mereka dari hal-hal yang diharamkan, bahkan mereka juga
menjaga pandangan mereka dari hal-hal yang tidak perlu.Seorang
laki-laki berkata kepada Dawud At-Tha’i, “Sebaiknya engkau
memerintahkan (seseorang) untuk membersihkan sarang laba-laba yang ada
di langit-langit rumah”!, Dawud berkata, “Tidakkah engkau tahu
bahwasanya memandang yang tidak perlu itu dibenci?”, lalu Dawud
berkata,“Aku dikabarkan bahwa dirumah Mujahid lantai dua ada sebuah
kamar, namun Mujahid tidak tahu sama sekali selama tiga puluh
tahun.”[31]Hal ini menunjukan kesungguhan salaf dalam menjaga
pandangan mereka, sampai-sampai sarang laba-laba yang dilangit-langit
rumah dan kamar yang ada di lantai atas rumah mereka tidak mereka
katahui, karena mereka tidak memandang kepada hal-hal yang tidak perlu
sehingga mereka tidak memandang ke atas karena tidak ada perlunya.
Barangsiapa yang membiasakan dirinya mengumbar pandangannya untuk
memandang hal-hal yang tidak perlu maka suatu saat dia akan memandang
hal yang diharamkan oleh Allah. Sungguh jauh berbeda antara salaf
dengan sebagian kita yang tatkala berjalan matanya jelalatan ke sana
kemari.
Akibat buruk tidak menundukkan pandangan mata.Ibnul
Qoyyim berkata, “Kebanyakannya maksiat itu masuk kepada seorang hamba
melalui empat pintu, yang keempat pintu tersebut adalah kilasan
pandangan, betikan di benak hati, ucapan, dan tindakan. Maka hendaknya
seorang hamba menjadi penjaga gerbang pintu bagi dirinya sendiri pada
keempat gerbang pintu tersebut, dan hendaknya ia berusaha terus
berjaga ditempat-tempat yang rawan ditembus oleh musuh-musuh yang
akibatnya merekapun merajalela (berbuat kerusakan) di kampung-kampung
kemudian memporak-porandakan dan meruntuhkan semua bangunan yang
tinggi. Adapun pndangan maka dia adalah pembimbing (penunjuk jalan)
bagi syahwat dan utusan syahwat. Menjaga pandangan merupakan dasar
untuk menjaga kemaluan, barangsiapa yang mengumbar pandangannya maka
dia telah mengantarkan dirinya terjebak dalam tempat-tempat kebinasaan.
Pandangan merupakan sumber munculnya kebanyakan malapetaka yang
menimpa manusia, karena pandangan melahirkan betikan hati kemudian
berlanjut betikan di benak hati menimbulkan pemikiran
(perenungan/lamunan) lalu pemikiran menimbulkan syahwat kemudian
syahwat melahirkan keinginan kemudian menguat kehendak tersebut hingga
menjadi ‘azam/tekad (keinginan yang sangat kuat) lalu timbullah
tindakan –dan pasti terjadi tindakan tersebut- yang tidak sesuatupun
yang mampu mencegahnya. Oleh karena itu dikatakan “kesabaran untuk
menundukan pandangan lebih mudah daripada kesabaran menahan kepedihan
yang akan timbul kelak akibat tidak menjaga pamdangan”.Berkata seorang penyairكُلُّ الْحَوَدِثِ مَبْدَأُهَا مِنَ النَّظْرِ وَمُعْظَمُ النَّارِ مِن مُسْتَصْغِرِ الشِّرَرِكَمْ نَظْرَةٍ بَلَغَتْ فِيْ قَلْبِ صَاحِبِهَا كَمَبْلَغِ السَّهْمِ بَيْنَ الْقَوْسِ وَالْوَتْرِوَالْعَبْدُ مَا دَامَ ذَا طَرْفٍ يَقْلِبُهُ فِي أَعْيُنِ النَّاسِ مَوْقُوْفٌ عَلَى الْخَطْرِيَسُرُّ مُقْلَتَهُ مَا ضَرَّ مُهْجَتَهُ لاَ مَرْحَبًا بِسُرُوْرٍ عَادَ بِالضَّرَرِ
Seluruh malapetaka sumbernya berasal dari pandangan…….dan besarnya nyala api berasal dari bunga api yang kecilBetapa
banyak pandangan yang jatuh menimpa hati yang memandang…..sebagaimana
jatuhnya anak panah yang terlepaskan antara busur dan talinyaSelama
seorang hamba masih memiliki mata yang bisa ia bolak-balikan
(umbar)……maka ia sedang berada di atas bahaya di antara pandangan
manusiaMenyenangkan mata apa yang menjadikan penderitaan
jiwanya…..sungguh tidak ada kelapangan dan keselamatan dengan
kegembiraan yang mendatangkan penderitaan.Diantara akibat
tidak menjaga pandangan yaitu menimbulkan penyesalan yang sangat
mendalam dan hembusan nafas yang panjang (tanda penyesalan) serta
kesedihan dan kepahitan yang dirasakan. Seorang hamba akan melihat dan
menghendaki sesuatu yang ia tidak mampu untuk meraihnya dan dia tidak
mampu untuk bersabar jika tidak mampu meraihnya, dan hal ini merupakan
‘adzab (kesengsaraan dan penderitaan) yang sangat berat, yaitu engkau
menghendaki sesuatu yang engkau tidak bisa menahan kesabaranmu untuk
mendapatkannya bahkan engkau tidak bisa sabar walaupun untuk mencicipi
sedikit yang kau inginkan tersebut padahal engkau tidak memiliki
kemampuan untuk meraihnya. Betapa banyak orang yang mengumbar kilasan
pandangannya maka tidaklah ia melepaskan kilasan-kilasan pandangan
tersebut kecuali kemudian ia terkapar diantara kilasan-kilasan
pandangan yang dilepaskannya itu. Yang sungguh mengherankan kilasan
pandangan yang diumbar merupakan anak panah yang tidak sampai menancap
kepada yang dipandang agar yang dipandang menyiapkan tempat untuk
hati sipemandang…yang lebih mengherankan lagi bahwasanya pandangan
menggores luka yang parah pada hati sipemandang kemudian luka tersebut
tidak berhenti bahkan diikuti dengan luka-luka berikutnya (karena
berulangnya pandangan yang diumbar oleh si pemandang-pen) namun
pedihnya luka tersebut tidaklah menghentikan sipemandang untuk
berhenti mengulang-ulang umbaran pandangannya. Dikatakan “Menahan
umbaran pandangan lebih ringan dibanding penyesalan dan penderitaan
yang berkepanjangan…”[32].Berkata Ibnul Qoyyim, “Diriwayatkan
bahwasanya dahulu di kota Mesir ada seorang pria yang selalu ke mesjid
untuk mengumandangkan adzan dan iqomah serta untuk menegakkan sholat.
Nampak pada dirinya cerminan ketaatan dan cahaya ibadah. Pada suatu
hari pria tersebut naik di atas menara seperti biasanya untuk
mengumandangkan adzan dan di bawah menara tersebut ada sebuah rumah
milik seseorang yang beragama nasrani. Pria tersebut mengamati rumah
itu lalu ia melihat seorang wanita yaitu anak pemilik rumah itu.
Diapun terfitnah (tergoda) dengan wanita tersebut lalu ia tidak jadi
adzan dan turun dari menara menuju wanita tersebut dan memasuki
rumahnya dan menjumpainya. Wanita itupun berkata, “Ada apa denganmu,
apakah yang kau kehendaki?”, pria tersebut berkata, “Aku menghendaki
dirimu”, sang wanita berkata, “Kenapa kau menghendaki diriku?”, pria
itu berkata, “Engkau telah menawan hatiku dan telah mengambil seluruh
isi hatiku”, sang wanita berkata, “Aku tidak akan memnuhi permintaanmu
untuk melakukan hal yang terlarang”, pria itu berkata, “Aku akan
menikahimu”, sang wanita berkata, “Engkau beragam Islam adapun aku
beragama nasrani, ayahku tidak mungkin menikahkan aku denganmu”, pria
itu berkata, “Saya akan masuk dalam agama nasrani”, sang wanita
berakta, “Jika kamu benar-benar masuk ke dalam agam nasrani maka aku
akan melakukan apa yang kau kehendaki”. Maka masuklah pria tersebut ke
dalam agama nasrani agar bisa menikahi sang wanita. Diapun tinggal
bersama sang wanita di rumah tersebut. Tatkala ditengah hari tersebut
(hari dimana dia baru pertama kali tinggal bersama sang wanita dirumah
tersebut-pen) dia naik di atas atap rumah (karena ada keperluan
tertentu-pen) lalu iapun terjatuh dan meninggal. Maka ia tidak
menikmati wanita tersebut dan telah meninggalkan agamanya”.[33]Berkata
Ibnu Katsir, “Ibnul Jauzi menyebutkan dari ‘Abduh bin Abdirrohim,
beliau berkata, “Lelaki celaka ini dahulunya seorang yang sering
berjihad di jalan Allah memerangi negeri Rum, namun pada suatu saat di
suatu peperangan tatkala pasukan kaum muslimin mengepung suatu daerah
di negeri Rum (dan kaum Rum bertahan di benteng mereka-pen), dia
memandang seorang wanita Rum yang berada dalam benteng pertahanan
mereka maka diapun jatuh cinta kepada wanita tersebut. Lalu diapun
menulis surat kepada wanita itu, “bijimana caranya agar aku bisa
berjumpa dengan engkau?”. Wanita tersebut menjawab, “Jika engkau masuk
ke dalam agama nasrani dan engkau naik bertemu denganku”. Maka iapun
memenuhi permintaan sang wanita”. Dan tidaklah pasukan kaum muslimin
kembali kecuali ia tetap berada di sisi wanita tersebut. Kaum muslimin
sangat sedih tatkala mengetahui akan hal itu, dan hal ini sangat berat
bagi mereka. Tak lama kemudian mereka (pasukan kaum muslimin)
melewatinya dan dia sedang bersama wanita tersebut dalam benteng,
mereka berkata kepadanya, “Wahai fulan, apa yang dilakukan oleh hafalan
Qur’anmu?’ apa yang dilakukan oleh amalanmu?, apa yang dilakukan
puasamu?, apa yang dilakukan oleh jihadmu?’ apa yang dilakukan oleh
sholatmu?”, maka iapun menjawab, :”Ketahuilah aku telah dilupakan
Al-Qur’an seluruhnya kecuali firman Allah “Orang-orang yang kafir itu
seringkali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di
dunia) menjadi orang-orang muslim. Biarkanlah mereka (di dunia ini)
makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong),
maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka).” (QS.
15:32-3)”, sekarang aku telah memiliki harta dan a nak di tengah-tengah
mereka.”[34] Ibnul Qoyyim menyebutkan, “Ada seorang
pria yang akan meninggal dikatakan kepadanya, “Katakan lal ilaaha
illallaah!”, diapun berkata, “Dimana jalan menuju kawasan pemandian
umum Minjab?”. Ibnul Qoyyim berkata, perkataannya ini ada sebabnya
yaitu pria ini sedang berdiri di depan rumahnya dan pintu rumahnya
mirip dengan pintu kawasan pemandian umum Minjab. Lalu lewatlah
seorang wanita yang berparas ayu dan bertanya kepadanya, “Dimana jalan
menuju kawasan pemandian umum Minjab?”. Pria tersebut menjawab, “Ini
adalah kawasan tempat pemandian umum Minjab (padahal itu adalah
rumahnya)”. Maka masuklah sang wanita ke dalam rumahnya dan diapun
masuk juga dibelakang sang wanita. Tatkala sang wanita mengetahui
bahwa di telah masuk ke dalam rumah sang pria dan dia telah tertipu
maka sang wanita menampakkan kepada pria tersebut kegembiraan dan rasa
riang dengan berkumpulnya dia dengan sang pria. Sang wanita berkata,
“Sungguh baik jika bersama kita sesuatu yang mengindahkan hari kita
dan menyenangkan mata”. Pria tersebut berkata, “Tunggulah sebentar aku
akan datang membawa semua yang kau kehendaki dan kau inginkan”. Maka
sang priapun keluar dengan meninggalkan sang wanita sendiri di
rumahnya dan dia tidak mengunci pintu rumah. Lalu iapun mengmbil semua
yang dibutuhkan dan kembali kerumahnya namun ia mandapatkan sang
wanita telah keluar dan pergi –dan sang wanita sama sekali tidak
mengkhianati pria tersebut-. Maka sedihlah sang pria dan selalu
mengingat wanita tersebut, dan dia berjalan di jalan-jalan dan
lorong-lorong sambil berkata:يَا رُبَّ قَائِلَةٍ يَوْمًا وَقَدْ تَعِبَتْ كَيْفَ الطَّرِيْقُ إِلَى حَمَّامِ مِنْجَابِ
Duhai, kapan ada suatu hari dimana sang wanita yang dalam keadaan
letih berkata, “Bagaimanakah jalan menuju kawasan pemandian umum
Minjab?”Maka tatkala suatu hari dia sedang mengucapkan
hal itu tiba-tiba ada seorang wanita yang menjawabnya dari belokan
jalan, dia berkata‘Kenapa engkau tidak segera menjaga rumah atau menjaga pintu takala engkau telah mendapatkan sang wanita?”Maka
bertambahlah kesedihannya, dan demikian terus kondisinya hingga
akhirnya bait syair inilah adalah perkataannya yang terakhir di
dunia”[35] Dari Ibnu Abbas r, beliau berkata,“Datang
seorang laki-laki ke Rasulullah r dalam keadaan berlumuran darah, maka
Rasulullah r berkata kepadanya,“Ada apa dengan engkau”? dia
berkata,“Wahai Rasulullah ! seorang wanita lewat di depanku maka akupun
memandangnya, aku terus memandangnya hingga akhirnya aku menabrak
tembok maka jadilah apa yang engkau lihat sekarang (aku berlumuran
darah). Rasulullah r berkata,إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا عَجَّلَ لَهُ عُقُوْبَتَهُ فِي الدُّنْيَا
“Jika Allah menghendaki kebaikan pada hambanya maka Ia menyegerakan hukuman baginya di dunia”[36]Berkata
Amr bin Murrah,”Saya memandang seorang wanita yang membuatku
terkagum-kagum, lalu matakupun buta, maka saya berharap kebutaanku ini
adalah hukuman bagiku.”Abu Abdillah bin Al-Jalla’ pernah suatu
ketika tidak menjaga pandangannya, lalu datang seseorang menegurnya
seraya berkata kepadanya, “Engkau akan merasakan akibatnya walaupun di
hari kelak”. Dia baru merasakan akibatnya empat puluh tahun setelah
kejadian tersebut. Dia berkata,“Maka aku menemui akibat perbuatanku
setelah empat puluh tahun, aku dijadikan lupa Al-Qur’an”[37]Para
salaf bisa merasakan bahwa sebagian musibah yang menimpa mereka
merupakan akibat dari kemaksiatan yang telah mereka lakukan, walaupun
kemasiatan tersebut jauh telah lama terjadi. Hal ini dikarenakan mereka
jarang melakukan kemaksiatan sehingga mereka ingat betul
kemakisatan-kemaksiatan yang telah mereka lakukan. Adapun sebagian
orang zaman sekarang, jika ditimpa musibah mereka tidak tahu apa sebab
musibah tersebut, bahkan sama sekali tidak terlintas dalam benak
mereka bahwa musibah tersebut merupakan akibat ulah perbuatan
(maksiat) mereka. Kalaupun mereka merasakan bahwa musibah yang menimpa
mereka dikarenakan kemaksiatan, mereka tidak tahu kemaksiatan yang
manakah yang mendatangkan musibah tersbut. Hal ini dikarenakan terlalu
banyak dan beraneka ragamnya kemaksiatan yang telah mereka lakukan
sampai-sampai mereka lupa dengan kemaksiatan-kemaksiatan tersebut.Renugkanlah
wahai saudaraku…lihatlah pria ini, Allah telah memberikannya anugrah
kepadanya dan memuliakannya dengan menjadikannya menghapal Al-Qur’an,
lalu diapun menyia-nyiakan anugrah tersebut dengan suatu pandangan
yang diharamkan oleh Allah. Jika telah hilang ketakwaan maka akan
hilang ilmu, sebagaimana ketakwaan merupakan sebab utama untuk meraih
ilmu yang bermanfaat. Meninggalkan ketakwaan merupakan sebab utama
terhalangnya ilmu yang bermanfaat. Berkata Imam As-Syafi’iشَكَوْتُ إِلَى وَكِيْعٍ سُوْءَ حِفْظِيْ فَأَرْشَدَنِيْ إِلَى تَرْكِ الْمَعَاصِيوَأَخْبَرَنِي بِأَنَّ الْعِلْمَ نُوْرٌ وَنُوْرُ اللهِ لاَ يُهْدَى لِلْعَاصِي
Aku mengadu kepada imam Waki’ tentang buruknya hapalanku maka beliaupun mengarahkan aku untuk meninggalkan kemaksiatan.Ia mengabarkan kepadaku bahwasanya ilmu adalah cahaya…..dan cahaya Allah tidaklah diberikan kepada orang yang bermaksiat. Kiat-kiat penting dalam menjaga pandangan mata.[38]1
Selalu mengingat bahwasanya Allah selalu mengawasi perbuatanmnu, dan
hendaknya engkau malu kepada Allah tatkala bermaksiat kepadanya dengan
mengumbar pandanganmu. Dimana saja engkau berada Allah pasti
mengawasimu. Tatkala engkau di kamar sendiri dihadapan komputer, tatkala
engkau sedang membuka internet, sedang membuka lembaran-lembaran
majalah.2 Ingatlah bahwa matamu akan menjadi saksi atas
perbuatanmu pada hari kiamat. Janganlah engkau jadikan matamu sebagai
saksi bahwa engkau telah memandang hal yang haram, namun jadikanlah dia
sebagai saksi bahwasanya engkau menundukkan pandanganmu karena Allah3
Ingatlah ada malaikat yang mengawasimu dan mencatat seluruh
perbuatanmu. Jangan sampai malaikat mencatat bahwa engkau telah
memandang wanita yang tidak halal bagimu. Malulah engkau kepada malaikat
tersebut.4 Ingatlah bahwa bumi yang engkau pijak tatkala engkau mengumbar pandanganmu juga akan menjadi saksi atas perbuatanmu.5
Ingatlah akan buah dan faedah-faedah dari menjaga pandangan. Berkata
Mujahid, “Menundukkan pandangan dari hal-hal yang diharamkan oleh
Allah menimbulkan kecintaan kepada Allah”[39]. Yakinlah jika engkau
menahan pandanganmu maka Allah akan menambah cahaya imanmu, dan engkau
akan semakin bisa merasakan kenikmatan beribadah kepada Allah.
Shalatmu akan bisa lebih khusyuk
Ibnul Qoyyim[40]
menjelaskan bahwa barangsiapa yang menundukkan pandangannya dari
melihat hal-hal yang haram maka dia akan meraih faedah-faedah berikut
ini:
- Menyelamatkan hati dari pedihnya penyesalan
karena barangsiapa yang mengumbar pandangannya maka akan
berkepanjangan penyesalan dan penderitaannya. Pandangan ibarat bunga
api yang menimbulkan besarnya nyala api
- Menimbulkan cayaha dan kemuliaan di hati yang akan nampak di mata, di wajah, serta di anggota tubuh yang lain
- Akan
menimbulkan firasat (yang baik) bagi orang yang menjaga pandangannya.
Karena firasat bersal dari cahaya dan merupkan buah dari cahaya
tersebut. Maka jika hati telah bercahaya akan timbuk firasat yang
benar karena hati tersebut akhirnya ibarat kaca yang telah dibersihkan.
- Akan membukakan baginya pintu-pintu dan jalan-jalan ilmu
- menimbulkan kekuatan hati dan keteguhan hati serta keberanian hati
- Menimbulkan
kegembiraan dalam hati dan kesenangan serta kelapangan dada yang hal
ini lebih nikmat dibandingkan keledzatan dan kesenangan tatkala
mengumbar pandangan.
- Terselamatkannya hati dari tawanan syahwat
- Menutup
pintu diantara pintu-pintu api neraka jahannam karena pandangan
adalah pintu syahwat yang mengantarkan seesorang untuk mengambil
tindakan (selanjutnya yang lebih diharamkan lagi-pen). Adapun
menunundukkan pandangan menutup pintu ini
- Menguatkan akal dan
daya fikir serta menambahnya dan menegarkannya karena mengumbar
pandangan tidaklah terjadi kecuali karena sempitnya dan ketidakstabilan
daya pikir dengan tanpa memperhitungkan akibat-akibat buruk yang akan
timbul.
- Hati terselamatkan dari mabuk kepayang karena syahwat
dan mampu menolak hantaman kelalaian. Allah berfirman tentang
orang-orang yang mabuk kepayang: “Demi umurmu (Muhammad), sesungguhnya
mereka terombang-ambing di dalam kemabukan (kesesatan)”. (QS. 15:72)
7
Berupaya bersungguh-sungguh untuk membiasakan diri menjaga pandangan.
Dan barang siapa yang berusaha untuk bersabar maka Allah akan
menjadikannya orang yang sabar. Jika jiwamu terbiasa menundukkan
pandangan maka kelak akan menjadi mudah bagimu. Walaupun pada mulanya
memang terasa sangat sulit, namun berusahalah!8 Menjauhi
tempat-tempat yang rawan timbulnya fitnah pandangan, walaupun akibat
dari menjauhi tempat-tempat tersebut engkau luput dari sebagian
kemaslahatanmu. Jika engkau ingin membuka internet bawalah teman yang
bisa menasehatimu sehingga engkau tidak memandang hal-hal yang
terlarang, Sesungguhnya jika engkau membukanya sendiri maka syaithan
lebih mudah menjerumuskanmu. Jauhilah engkau dari menonton film dan
sinetron dengan dalih untuk mengisi waktu luang dan untuk rileks.
Demikian juga janganlah engkau mendekati hal-hal yang merupakan sarana
mengumbar aurat wanita hanya karena alasan untuk mengikuti berita dan
mengikuti perkembangan informasi dunia.9 Jauhkan dirimu dari
melihat hal-hal yang tidak perlu, dengan cara ketika engkau berjalan
hendaknya engkau memandang kebawah kearah jalanmu, dan jangan engkau
mengumbar pandanganmu ke kanan, ke kiri, dan kebelakang. Karena
barangsiapa yang mengumbar pandangannya pasti dia akan terjerumus untuk
memandang perkara yang diharamkan oleh Allah.[41]10 Banyak
membasahi lisan dengan dzikir kepada Allah, karena dzikir merupakan
benteng dari gangguan syaitan. Biasakanlah dirimu dengan membaca dzikir
pagi dan petang demikian juga dengan dzikir-dzikir yang lain,
terlebih lagi di kala fitnah aurat wanita berada di hadapannya hingga
engkau bisa menolak gangguan syaitan. Dengan berdzikir maka engkau
akan tersibukkan mengingat kebesaran Allah sehingga tidak terlintas
keinginan memandang hal-hal yang haram. Dengan berdzikir engkau akan
semakin malu kepada Allah untuk memandang perkara yang tidak halal
bagimu.11 Jika engkau belum menikah maka menikahlah.
Sesungguhnya dalam pernikahan terlalu banyak manfaat untuk membantu
engkau menundukkan pandanganmu12 Jika engkau telah beristri
ingatlah bahwa dengan mengumbar pandangan syaitan menjadikan engkau
tidak menikmati apa yang telah Allah halalkan bagimu. Syaitan
menghiasi perkara yang haram yang telah engkau lihat dengan
seindah-indahnya padahal tidak sesuai dengan kenyataan. Barang siapa
yang menjaga pandangannya maka dia akan menemukan kenikmatan pada apa
yang telah dihalalkan Allah baginya.13 Pengorbananmu dengan
menahan matamu dari memandang hal-hal yang menawan namun diharamkan
bagimu, akan diganti oleh Allah dengan yang lebih baik lagi bagimu.
Rasulullah bersabda, إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئًا لِلَّهِ إِلاَّ أَبْدَلَكَ اللهُ مَا هُوَ خَيرٌ لَكَ مِنْهُ
“Sesungguhnya
tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena Allah kecuali Allah akan
menggantikan bagi engkau yang lebih baik darinya”[42]Jika
yang akan engkau pandang adalah wanita yang cantik dan molek ingatlah
bahwa Allah akan menggantikannya dengan yang jauh lebih cantik, molek
dan montok, ketahuilah! dialah bidadari. Ingatlah janji yang Allah
berikan pada orang-orang yang bertakwa yaitu bidadari di surga yang
kecantikannya tidak bisa dibandingkan dengan wanita di dunia. Betapapun
engkau berusaha untuk membayangkan kecantikannya dan kemolekan
tubuhnya, maka engkau tidak akan pernah bisa membayangkannya. Bidadari
lebih cantik dan lebih molek dan lebih menawan dari yang kau
khayalkan karena sesungguhnya Allah menyediakan bagi hamba-hambaNya
yang bertakwa di surga apa yang tidak pernah mereka lihat, dan tidak
pernah mereka dengar dan tidak pernah terlintas dalam benak mereka.14
Hendaknya engkau selalu mengingat nikmat yang telah Allah berikan
kepadamu, dan engkau akan dimintai pertanggungjawaban atas nikmat
tersebut, untuk apakah nikmat tersebut engkau manfaatkan? Pandangan
mata adalah nikmat yang luar biasa, tentunya bentuk syukur engkau atas
nikmat pandanganmu itu hendaknya enggau gunakan untuk hal-hal yang
diridhai oleh Allah. Berkata Ibnul Jauzi,“Fahamilah wahai saudaraku apa
yang akan aku wasiatkan kepadamu. Sesungguhnya matamu adalah suatu
nikmat yang Allah anugrahkan kepadamu, maka janganlah engkau bermaksiat
kepada Allah dengan karunia ini. Gunakanlah karunia ini dengan
menundukkannya dari hal-hal yang diharamkan, niscaya engkau akan
beruntung. Waspadalah! Jangan sampai hukuman Allah (karena engkau tidak
menjaga pandangan) menghilangkan karuniaNya tersebut. Waktumu untuk
berjihad dalam menundukkan pandanganmu terfokus pada sesaat saja. Jika
engkau mampu melakukannya (menjaga pandanganmu di waktu yang sesaat
tersebut) maka engkau akan meraih kebaikan yang berlipat ganda dan
engkau selamat dari keburukan yang berkepanjangan”.[43]Jika engkau
memang telah terlanjur memandang wanita yang tidak halal engkau
pandangi dan hatimu telah terkait dengannya, sulit untuk melupakannya
maka beristigfarlah kepada Allah dan berdoalah kepada Allah agar engkau
bisa melupakannya. Berkata Ibnu Muflih dalam kitabnya Al-Furu’,[44]
“Dan hendaknya orang yang berakal menjauhi sikap mengumbar pandangan
karena mata melihat apa yang tidak ia mampui (apalagi) yang dipadangnya
bukan pada hakikat yang sebenarnya. Bahkan terkadang hal itu
menyebabkan mabuk kepayang maka rusaklah tubuhnya dan juga agamanya.
Barangsiapa yang terkena musibah seperti ini maka hendaknya ia
memikirkan aib-aib para wanita. Ibnu Mas’ud berkata,إِذَا
أًَعْجَبَتْ أَحَدَكُمْ امْرَأَةٌ فَلْيَذْكُرْ مَنًاتِنَهَا وَمَا
عِيْبَ نِسَاءُ الدُّنْيَا بَأَعْجَبَ مِنْ قَوْلِهِ تَعَالىَ }وَلَهُمْ
فِيْهَا أَزْوَاجُ مُطَهَّرَةُ|
“Jika seorang wanita membuat
salah seorang dari kalian takjub maka hendaknya ia mengingat hal-hal
yang bau dari wanita tersebut, sungguh tidak ada yang lebih
menakjubkan tentang aibnya para wanita di dunia dengan firman Allah
|وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ} (dan untuk mereka di surga
istri-istri yang suci)”[45] ,اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ
بِكَ مِنْ شَرِّ سَمْعِي وَ مِنْ شَرِّ بَصَرِي وَ مِنْ شَرِّ لِسَانِيْ
وَ مِنْ شَرِّ قَلْبِي وَ مِنْ شَرِّمَنِيِّ
Ya Allah aku
berlindung kepadamu dari keburukan pendengaranku, dari keburukan
pandanganku, dari keburukan lisanku, dari keburukan hatiku, dan dari
keburukan maniku (kemaluanku)[46]Kota Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Jum,at 24 September 2004Penulis: Ustadz Firanda AndirjaArtikel
www.firanda.com, dipublish ulang oleh
www.muslim.or.id ————————-Daftar Pustaka, 1. Majmu’ Al-Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah2. Syarah Riadhus Shalihin, Syaikh Ibnu Utsaimin, Darul Bashirah3. Adhwaa’ul Bayaan, Syaikh Muhammad Amin Asy-Syinqithi4. Al-Muntaqa min Dzamil Hawa (Ibnul Jauzi), Kholid Abu Shalih, Darul Wathan5. Sihaamul A’yun, DR. Abdullah bin Ali Al-Ju’aitsin6. Al-Kabai’ir, tahqiq Syaikh Masyhur Hasan Salman, maktabah Al-Furqon7. Sur’atul ‘Iqob liman Kholafa As-Sunnah wal Kitab, Abu ‘Ammar Muhammad bin Abdillah Bamusa, darul Iman.8. Manarus sabil, karya Ibnu Dhouyan, tahqiq ‘Ishom Al-Qol’aji, terbitan Maktabah Al-Ma’arif9. Al-Minhaj syarh shahih Muslim, Imam An-Nawawi, darul Ihyaut Turots, cetakan kedua10. Tuhfatul Ahwadzi, Al-Mubarokfuri, Dar Ihya’ at-Turats al-’Arabi11. Al-Bidayah wan Nihayah, karya Ibnu Katsir, Maktabah Ma’arif Beiruut12. Raudhatul Muhibbin, karya Ibnul Qoyyim, tahqiq Sayyid ‘Imron, terbitan Darul Hadits13. Silsilatul Ahadits Ad-Dho’ifah, Syaikh Al-Albani, Maktabah Al-Ma’arif ————————-[1]
Ibnu Taimiyah menjelasakan bahwa merupakan hal yang telah diketahui
bersama bahwa di antara para wanita ada yang berupa elok yang hal ini
merupakan ibrah dan tanda adanya pencipta, namun apakah ada seorang
muslim (sejati) yang berkata, “Seseorang boleh memandang paras para
wanita yang bukan mahramnya –yang para wanita tersebut adalah bagian
dari alam semesta- karena ini merupakan ibadah”?, maka barangsiapa yang
menjadikan pandangan yang seperti ini merupakan ibadah maka dia telah
kafir murtad (karena dia telah menganggap maksiyat sebagai ibadah-red)
wajib diminta taubatnya dan jika tidak bertaubat maka hendaknya
dibunuh. (Al-Fatawa 15/414)[2] HR.Ath-Thabrani no:8018 dan Ibnu
‘Adi (Al-Kamil 6/2048) dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani
(Ash-Shahihah no:1525) karena ada syahidnya dari hadits Ubadah bin
Shamit.[3] Syair ini disebutkan oleh Syaikh Muhammad Amin As-Syinqithi dalam tafsirnya surat An-Nuur ayat 31[4] HR At-Thirmidzi 3/476 no 1173 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani (lihat As-Shahihah 6/424 no 2688)[5] Tuhfatul Ahwadzi 4/283[6]
Berkata Syaikh Masyhur Hasan Salman, “Atsar ini disebutkan oleh
As-Suyuthi dalam Ad-Dar Al-Mantsur (2/500) dan ia menyandarkannya
kepada Ibnu Jarir (8/245 no 9207) dan kepada Ibnul Mundzir (2/671 no
1670) dan Ibnu Abi Hatim (3/934 no 5217), dan Al-Baihaqi dalam
Asy-Syu’ab no 7150 dari jalan Sa’id bin Jubair bahwasanya ada seorang
pria bertanya kepada Ibnu Abbas “Berapa jumlah dosa-dosa besar?, apakah
jumlahnya tujuh?”. Ibnu Abbas berkata, “Jumlahnya lebih dekat kepada
tujuh ratus daripada tujuh, hanya saja tidak ada dosa besar jika
diiringi dengan istighfar dan tidak ada dosa kecil jika dilakukan terus
menerus”, dengan sanad yang shahih mauquf kepada Ibnu Abbas. (Lihat
Al-Kaba’ir hal 47)Berkata Syaikh Abu Muhammad bin Abdissalam
tentang definisi “terus menerus” “Yaitu dosa kecil itu ia lakukan
berulang-ulang sehingga ia merasakan sedikitnya kepeduliannya dengan
agamanya, yaitu ia merasakan bahwa ia telah melakukan dosa besar dengan
dosa-dosa kecil tersebut”, ia juga berkata, “Demikian juga berkumpul
dosa-dosa kecil yang bermacam-macam dimana ia merasakan dengan seluruh
dosa-dosa kecil yang beraneka ragam tersebut sebagaimana telah
melaksanakan dosa besar yang paling kecil” (Al-Minhaj 2/87)[7] HR Muslim no 45[8]
HR Abu Dawud no 2149 (Kitabun Nikah), At-Tirmidzi no 2777 (Kitabul
Adab), dan berkata At-Tirmidzi, Hasan Gharib. Dihasankan oleh Syaikh
Al-Albani dalam Shohihul Jami’ no 7953[9] HR Al-Bukhari no 1513
(Kitabul Hajj) dan no 1854 (Kitab Jaza As-Soid) dan Muslim no 407
(Kitabul Hajj). Dalam riwayat Ahmad pada Musnadnya (1/211) disebutkan
bahwa Al-Fadl menyifati wanita tersebut adalah wanita cantik, dan
Al-Fadlpun memandangnya, lalu Nabi mengetahui bahwa Al-Fadl sedang
memandang sang wanita maka Nabipun memalingkan wajah Al-Fadl. Kemudian
Al-Fadl mengulangi pandangannya lagi namun nabi memalingkan wajahnya
kembali hingga tiga kali.[10] Adhwaa’ul Bayan, tafsir surat 24/31[11]
HR Al-Bukhari no 6343 (Kitabul Isti’dzan), Muslim no 20,21 (kitabul
Qadar), dan lafal hadits ini pada riwayat Ahmad dalam Musnadnya 2/343[12] Adhwaa’ul bayan, tafsir An-Nuur 31[13] HR Al-Bukhari no 5096 (Kitabun Nikah) dan Mulim no 97,98 (kitab Adz-Dzikir)[14] HR Muslim no 99 (kitab –Adz-Dzikir)[15]
Yang lebih menyedihkan lagi tidak sedikit dari kaum muslimin yang
menyambut propaganda mereka , mereka berbondong-bondong membeli
parabola, berbondong-bondong meramaikan bioskop-bioskop dan yang
semisalnya. Mereka benar-benar telah ikut meramaikan dan melariskan
propaganda orang-orang kafir. Inna lillah…[16] HR Al-Bukhari no 304 (Kitabul Haidh, Bab tarkul Haa’idhi Ash-shaum)[17] Lihat Syarah Riyadhus Shalihin, awal bab taubat[18] Adhwaul Bayan, tafsir surat 24/31[19] Majmu’ Al-Fatawa 15/375[20] QS 40 ayat 19[21] Adhwaul Bayan, tafsir surat 24/31[22] QS 40 ayat 19[23] Dzammul Hawa hal 65[24] Dzammul Hawa hal 63[25] Shahihul Bukhori no 6308[26] Kain yang digunakan untuk menutup ka’bah.[27] Dzammul Hawa hal 67.[28] Dzammul Hawa hal 64.[29] Dzammul Hawa hal 64[30] Dzammul Hawa hal 65[31] Dzammul Hawa hal 63[32] Ad-Da’ wad Dawa’ hal 232-236[33] Ad-Da’ wad Dawa’ hal 127[34] Al-Bidayah wan Nihayah (11/ 64)[35] Ad-Daa’ wad Dawa’ hal 257,258[36]
HR Ath-Thabrani di Al-Mu’jam Al-Kabir no 11842, dan disebut oleh
Al-Haitsami dalam Majma’ Az-Zawaid (10/191-192) dan berkata, “Pada
sanadnya ada perawi yang bernama Abdurrahman bin Muhammad bin Abdillah
Al-‘Azmi, dan dia perawi yang dha’if”. Aku berkata (Khalid Abu
Shalih),”Dan hadits ini ada syahidnya dari hadits Abdullah bin
Mughaffal, sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya (4/87)”
Lihat Dzammul Hawa hal 76[37] Dzammul Hawa hal 76[38]
Diringkas dan disadur dengan tasharruf dari tulisan Doktor Abdullaoh
bin Ali Al-Ju’aitsin yang berjudul “Sihaamul A’yun” dan disertai
tambahan dari penulis[39] Majmu’ Al-Fatawa 15/396[40] Raudhotul Muhibbin hal 95-103[41]
Apalagi di Indonesia. Orang yang menundukkan pandangannya kearah
bawah saja terkadang tidak selamat dari memandang aurat wanita
–apalagi ketika naik kendaraan yang bercampur baur dengan wanita-,
terlebih lagi orang yang matanya jelalatan ke sana kemari![42]
Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani (sebagaimana diisyaratkan oleh
Syaikh Al-Albani dalam Ad-Dho’ifah I/62 no 5, beliau berkata,
“Sanadnya shahih sesuai dengan persyaratan Imam Muslim”)[43] Dzammul Hawa hal78[44] Sebagaimana dinukil dalam manarus sabil 2/122[45]
QS Al-Baqoroh ayat 25, yaitu para wanita surga mereka suci terbebas
dari haid, ingus, dahak, kencing, tai, mani, ludah dan hal-hal yang
kotor. Hal ini sebagaimana tafsiran dari Ibnu Abbas dan juga Mujahid
(Lihat tafsir Ibnu Katsir QS 2:25)[46] HR At-Thirmidzi no 3492, Abu Dawud no 1551, An-Nasai no 5444, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani.
http://muslim.or.id/tazkiyatun-nufus/jagalah-pandanganmu.html