Menurut pendapat yang kuat bahwa menggambar mahluk bernyawa dengan
menghilangkan sebagian anggota badan, yang orang tidak mungkin hidup
tanpanya (seperti menghilangkan dada, perut), dengan tetap menyisakan
kepalanya termasuk di dalam larangan menggambar mahluk bernyawa. Ini
adalah pendapat sebagian Syafi’iyyah (Lihat Nihayatul Muhtaj 6/375,
Asna Al-mathalib wa Hasyiyatuhu 3/226), dan pendapat sebagian Hanabilah
zaman sekarang (Lihat Fatawa wa Rasail Syeikh Muhammad bin Ibrahim
1/189-190) Diantara dalil-dalilnya:1. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:((أتاني
جبريل عليه السلام فقال لي أتيتك البارحة فلم يمنعني أن أكون دخلت إلا
أنه كان على الباب تماثيل وكان في البيت قرام ستر فيه تماثيل وكان في
البيت كلب فمر برأس التمثال الذي في البيت يقطع فيصير كهيئة الشجرة ومر
بالستر فليقطع فليجعل منه وسادتين منبوذتين توطآن ومر بالكلب فليخرج))
ففعل رسول الله صلى الله عليه و سلم“Jibril ‘alaihissalam telah
datang kepadaku seraya berkata: Aku telah datang kepadamu tadi malam,
dan tidaklah menghalangiku untuk masuk (rumah) kecuali karena ada
patung di depan pintu, ada tirai yang bergambar (mahluk hidup), dan ada
anjing di rumah. Maka hendaklah dipotong kepala patung yang ada di
rumah sehingga berbentuk pohon, dan hendaklah tirai tersebut dipotong
kemudian dijadikan dua bantal yang dijadikan sandaran, dan hendaknya
anjing tersebut dikeluarkan, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam melakukannya” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzy, dan dishahihkan
Syeikh Al-Albany) Di dalam hadist ini Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya membolehkan keberadaan gambar
mahluk bernyawa jika dilakukan salah satu dari 2 perkara: Pertama: Dipotong kepalanya Kedua: Dihinakan (digunakan untuk perkara-perkara yang tidak ada penghormatan di dalamnya) Dan
bukan dengan cara menghilangkan anggota badan lain (selain kepala)
yang orang tidak mungkin hidup tanpanya, seperti menghilangkan dada
atau perut. Berkata Syeikh Bin Baz: ((
ويستدل بالحديث المذكور أيضا على أن قطع غير الرأس من الصورة كقطع نصفها
الأسفل ونحوه لا يكفي ولا يبيح استعمالها ، ولا يزول به المانع من دخول
الملائكة ، لأن النبي صلى الله عليه وسلم أمر بهتك الصور ومحوها وأخبر
أنها تمنع من دخول الملائكة إلا ما امتهن منها أو قطع رأسه ، فمن ادعى
مسوغا لبقاء الصورة في البيت غير هذين الأمرين فعليه الدليل من كتاب الله
أو سنة رسوله عليه الصلاة والسلام ))“Hadist di atas dijadikan
dalil bahwa memotong selain kepala seperti memotong separuh badan
bagian bawah atau yang semisalnya adalah tidak cukup dan tidak boleh
menggunakannya, dan ini tetap menjadi penghalang masuknya malaikat (ke
dalam rumah), karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
untuk mengoyak gambar dan menghapusnya, dan beliau mengabarkan bahwa
hal ini menghalangi malaikat masuk rumah, kecuali gambar yang dihinakan
atau dipotong kepalanya. Maka barangsiapa yang memiliki alasan tetap
dipajangnya gambar di rumah selain kedua alasan ini maka wajib baginya
mendatangkan dalil dari kitabullah dan sunnah RasulNya.” (Majmu’ Fatawa
Syeikh Bin Baz 4/219) 2. Hadist Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: الصورة الرأس فإذا قُطِع الرأس فلا صورة “Gambar
itu kepala, jika dipotong kepala maka tidak ada gambar” (HR.
Al-Isma’ili di dalam Mu’jamnya, dari Ibnu ‘Abbas, Dishahihkan Syeikh
Al-Albany di Ash-Shahihah 4/554) Di dalam hadist ini
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan ada tidaknya kepala
sebagai ukuran boleh tidaknya keberadaan gambar mahluk bernyawa. Jika
kepalanya ada maka tidak boleh, dan jika kepalanya tidak ada maka
boleh. 3. Jangan kita qiyaskan hal ini dengan masalah memotong kepala dan menyisakan badannya karena 2 hal: Pertama: Kepala ini adalah anggota badan yang paling utama, yang membedakan antara mahluk bernyawa dengan pohon dan benda mati. Kedua
: Badan kalau dipotong kepalanya maka akan seperti bentuk pohon,
sebagaimana dalam hadist , akan tetapi kalau kepala dipotong badannya
saja maka tetap berbentuk mahluk yang bernyawa. Berkata Syeikh Bin Baz: ولأن
النبي صلى الله عليه وسلم أخبر أن الصورة إذا قطع رأسها كان باقيها كهيئة
الشجرة ، وذلك يدل على أن المسوغ لبقائها خروجها عن شكل ذوات الأرواح
ومشابهتها للجمادات ، والصورة إذا قطع أسفلها وبقي رأسها لم تكن بهذه
المثابة لبقاء الوجه ، ولأن في الوجه من بديع الخلقة والتصوير ما ليس في
بقية البدن ، فلا يجوز قياس غيره عليه عند من عقل عن الله ورسوله مراده .
وبذلك يتبين لطالب الحق أن تصوير الرأس وما يليه من الحيوان داخل في
التحريم والمنع؛ لأن الأحاديث الصحيحة المتقدمة تعمه “Dan
juga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa gambar kalau
dipotong kepalanya maka sisanya seperti bentuk pohon, ini menunjukkan
bahwa alasan kenapa diperbolehkan adalah karena dia bukan lagi
berbentuk mahluk yang bernyawa. Dan dia lebih serupa dengan mahluk
mati. Dan gambar kalau dipotong bawahnya kemudian tersisa kepalanya
maka jadinya bukan seperti itu (tidak berganti menjadi bentuk mahluk
mati), dan juga wajah ini di dalamnya ada keindahan penciptaan dan
gambar yang tidak ada di anggota badan yang lain. Maka tidak boleh
anggota badan diqiyaskan kepada kepala bagi orang yang memahami maksud
Allah dan rasulNya. Dengan demikian jelas bagi pencari kebenaran bahwa
menggambar kepala mahluk hidup adalah terlarang karena keumuman
hadist-hadisy yang shahih” (Majmu’ Fatawa Syeikh Bin Baz 4/219). Berkata Syeikh Al-Albany rahimahullah: ((أن
قوله ” حتى تصير كهيئة الشجرة ” ، دليل على أن التغيير الذي يحل به
استعمال الصورة ، إنما هو الذي يأتي على معالم الصورة ، فيغيرها حتى تصير
على هيئة أخرى مباحة كالشجرة . و عليه فلا يجوز استعمال الصورة و لو كانت
بحيث لا تعيش لو كانت حية كما يقول بعض الفقهاء ، لأنها في هذه الحالة لا
تزال صورة اسما و حقيقة ، مثل الصور النصفية ، و أمثالها)) “ٍٍٍSesungguhnya
ucapan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sampai menjadi bentuk
pohon” dalil bahwasanya perubahan yang membolehkan penggunaan gambar
adalah perubahan pada tanda-tanda (yang menjadikan) gambar (itu hidup) ,
sehingga menjadi bentuk lain yang diperbolehkan seperti pohon, oleh
karenanya tidak boleh menggunakan gambar (mahluk bernyawa) meskipun dia
tidak mungkin hidup dengan cara seperti itu, karena dalam keadaan
seperti ini dia masih gambar mahluk bernyawa baik nama maupun
hakikatnya, seperti foto setengah badan dan yang semisalnya” (Silsilah
Al-Ahadist Ash-Shahihah 1/693) Dengan demikian kita bisa
mengambil kesimpulan bahwa penggunaan smiley atau icon atau الوجوه
التعبيرية (ekspresi wajah) seperti yang ada di YM tidak diperbolehkan.
Apalagi terkadang di dalamnya ada hal yang tidak sesuai dengan adab
islami. Alhamdulillaah, perasaan masih bisa kita ungkapkan dengan
kata-kata.