Di zaman ini tidak ragu lagi penuh godaan di sana-sini.
Di saat wanita-wanita sudah tidak lagi memiliki rasa malu. Di saat kaum hawa banyak yang
tidak lagi berpakaian sopan dan syar’i. Di saat perempuan lebih senang menampakkan betisnya daripada
mengenakan jilbab yang menutupi aurat. Tentu saja pria semakin tergoda
dan punya niatan jahat, apalagi yang masih membujang. Mau membentengi
diri dari syahwat dengan puasa amat sulit karena ombak fitnah pun masih
menjulang tinggi. Solusi yang tepat di kala mampu
secara fisik dan finansial adalah dengan menikah.
Menyempurnakan Separuh AgamaDari Anas bin Malik
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,إِذَا تَزَوَّجَ العَبْدُ فَقَدْ كَمَّلَ نِصْفَ الدِّيْنِ ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ البَاقِي“
Jika
seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya.
Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Al Baihaqi dalam
Syu’abul Iman. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam
As Silsilah Ash Shahihah no. 625)Lihat
bahwa di antara keutamaan menikah adalah untuk menyempurnakan separuh
agama dan kita tinggal menjaga diri dari separuhnya lagi. Kenapa bisa
dikatakan demikian? Para ulama jelaskan bahwa yang umumnya merusak
agama seseorang adalah
kemaluan dan perutnya. Kemaluan
yang mengantarkan pada zina, sedangkan perut bersifat serakah. Nikah
berarti membentengi diri dari salah satunya, yaitu zina dengan kemaluan.
Itu berarti dengan menikah separuh agama seorang pemuda telah terjaga,
dan sisanya, ia tinggal menjaga lisannya.Al Mula ‘Ali Al Qori
rahimahullah dalam
Mirqotul Mafatih Syarh Misykatul Mashobih berkata bahwa sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam “
bertakwalah pada separuh yang lainnya”,
maksudnya adalah bertakwalah pada sisa dari perkara agamanya. Di sini
dijadikan menikah sebagai separuhnya, ini menunjukkan dorongan yang
sangat untuk menikah.Al Ghozali
rahimahullah (sebagaimana dinukil dalam kitab
Mirqotul Mafatih) berkata, “Umumnya yang merusak agama seseorang ada dua hal yaitu
kemaluan dan perutnya.
Menikah berarti telah menjaga diri dari salah satunya. Dengan nikah
berarti seseorang membentengi diri dari godaan syaithon, membentengi
diri dari syahwat (yang menggejolak) dan lebih menundukkan pandangan.”
Kenapa Masih Ragu untuk Menikah?Sebagian
pemuda sudah diberikan oleh Allah keluasan rizki. Ada yang kami temui
sudah memiliki usaha yang besar dengan penghasilan yang berkecukupan.
Ia bisa mengais rizki dengan mengolah beberapa toko online. Ada pula
yang sudah bekerja di perusahaan minyak yang penghasilannya tentu saja
lebih dari cukup. Tetapi sampai saat ini mereka belum juga menuju
pelaminan. Ada yang beralasan belum siap. Ada lagi yang beralasan masih
terlalu muda. Ada yang katakan pula ingin pacaran dulu. Atau yang
lainnya ingin sukses dulu dalam bisnis atau dalam berkarir dan
dikatakan itu lebih urgent. Dan berbagai alasan lainnya yang
diutarakan. Padahal dari segi finansial, mereka sudah siap dan tidak
perlu ragu lagi akan kemampuan mereka. Supaya memotivasi orang-orang
semacam itu, di bawah ini kami utarakan manfaat nikah yang lainnya.(1) Menikah akan membuat seseorang lebih merasakan ketenangan.Coba renungkan ayat berikut, Allah Ta’ala berfirman,وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا“Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya.” (QS. Ar-Ruum:21). Lihatlah ayat ini menyebutkan bahwa menikah akan lebih tentram karena adanya pendamping. Al Mawardi dalam An Nukat wal ‘Uyun
berkata mengenai ayat tersebut, “Mereka akan begitu tenang ketika
berada di samping pendamping mereka karena Allah memberikan pada nikah
tersebut ketentraman yang tidak didapati pada yang lainnya.” Sungguh
faedah yang menenangkan jiwa setiap pemuda.(2) Jangan khawatir, Allah yang akan mencukupkan rizkiDari
segi finansial sebenarnya sudah cukup, namun selalu timbul was-was
jika ingin menikah. Was-was yang muncul, “Apa bisa rizki saya mencukupi
kebutuhan anak istri?” Jika seperti itu, maka renungkanlah ayat
berikut ini,وَأَنكِحُوا اْلأَيَامَى مِنكُمْ
وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَآءَ
يُغْنِهِمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ“Dan
kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang
yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan
hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas
(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nuur: 32). Nikah
adalah suatu ketaatan. Dan tidak mungkin Allah membiarkan hamba-Nya
sengsara ketika mereka ingin berbuat kebaikan semisal menikah.Di
antara tafsiran Surat An Nur ayat 32 di atas adalah: jika kalian itu
miskin maka Allah yang akan mencukupi rizki kalian. Boleh jadi Allah
mencukupinya dengan memberi sifat qona’ah (selalu merasa cukup) dan
boleh jadi pula Allah mengumpulkan dua rizki sekaligus (Lihat An Nukat wal ‘Uyun). Jika miskin saja, Allah akan cukupi rizkinya. bijimana lagi jika yang bujang sudah berkecukupan dan kaya? Dari ayat di atas, Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,التمسوا الغنى في النكاح
“Carilah kaya (hidup berkecukupan) dengan menikah.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim mengenai tafsir ayat di atas).Disebutkan
pula dalam hadits bahwa Allah akan senantiasa menolong orang yang
ingin menjaga kesucian dirinya lewat menikah. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang tiga golongan yang pasti mendapat pertolongan Allah. Di antaranya,وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيدُ الْعَفَافَ“… seorang yang menikah karena ingin menjaga kesuciannya.”
(HR. An Nasai no. 3218, At Tirmidzi no. 1655. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini hasan). Ahmad bin Syu’aib Al Khurasani An
Nasai membawakan hadits tersebut dalam Bab “Pertolongan Allah bagi orang yang nikah yang ingin menjaga kesucian dirinya”. Jika Allah telah menjanjikan demikian, itu berarti pasti. Maka mengapa mesti ragu?(3) Orang yang menikah berarti menjalankan sunnah para RasulAllah
Ta’ala berfirman,وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلاً مِن قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً“
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.” (QS. Ar Ra’du: 38). Ini menunjukkan bahwa para rasul itu menikah dan memiliki keturunan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,أَرْبَعٌ مِنْ سُنَنِ الْمُرْسَلِينَ الْحَيَاءُ وَالتَّعَطُّرُ وَالسِّوَاكُ وَالنِّكَاحُ“Empat perkara yang termasuk sunnah para rasul, yaitu sifat malu, memakai wewangian, bersiwak dan menikah.” (HR. Tirmidzi no. 1080 dan Ahmad 5/421. Hadits ini dho’if
sebagaimana kata Syaikh Al Albani dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth. Namun
makna hadits ini sudah didukung oleh ayat Al Qur’an yang disebutkan
sebelumnya)(4) Menikah lebih akan menjaga kemaluan dan menundukkan pandanganRasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,يَا
مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ
فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ“
Wahai para pemuda,
barangsiapa yang memiliki baa-ah[1],
maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih
menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah
karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.” (HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400). Imam Nawawi berkata makna
baa-ah dalam hadits di atas terdapat dua pendapat di antara para ulama, namun
intinya kembali pada satu makna, yaitu sudah memiliki kemampuan
finansial untuk menikah. Jadi bukan hanya mampu berjima’ (bersetubuh),
tapi hendaklah punya kemampuan finansial, lalu menikah. Para ulama
berkata, “Barangsiapa yang tidak mampu berjima’ karena ketidakmampuannya
untuk memberi nafkah finansial, maka hendaklah ia berpuasa untuk
mengekang syahwatnya.” (
Al Minhaj Syarh Shahih Muslim)
Itulah
keutamaan menikah. Semoga membuat mereka-mereka tadi semakin terdorong
untuk menikah. Berbeda halnya jika memang mereka ingin seperti
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang belum menikah sampai beliau meninggal
dunia. Beliau adalah orang yang ingin memberi banyak manfaat untuk
umat dan itu terbukti. Itulah yang membuatnya mengurungkan niat untuk
menikah demi maksud tersebut. Sedangkan mereka-mereka tadi di atas,
bukan malah menambah manfaat, bahkan diri mereka sendiri binasa karena
godaan wanita yang semakin mencekam di masa ini. Menempuh Jalan yang BenarKami
menganjurkan untuk segera menikah di sini bagi yang sudah
berkemampuan, bukan berarti ditempuh dengan jalan yang keliru. Sebagian
orang menyangka bahwa menikah harus lewat pacaran dahulu supaya lebih
mengenal pasangannya. Itu pendapat keliru karena tidak pernah diajarkan
oleh Islam. Pacaran tentu saja akan menempuh jalan yang haram seperti mesti bersentuhan, berjumpa dan saling pandang, ujung-ujungnya pun bisa zina terjadilah MBA (married be accident). Semua perbuatan tadi yang merupakan perantara pada zina diharamkan sebagaimana firman Allah Ta’ala,وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا“
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’: 32) Kemudian nasehat kami pula bagi mahasiswa yang masih kuliah (masih sekolah) bahwa
bersabarlah untuk menikah. Sebagian mahasiswa yang belum rampung kuliahnya biasanya sering “
ngambek”
pada ortunya untuk segera nikah, katanya sudah tidak kuat menahan
syahwat. Padahal kerja saja ia belum punya dan masih mengemis pada
ortunya. bijimana bisa ia hidupi istrinya nanti? Kami nasehatkan,
bahagiakan ortumu dahulu sebelum berniat menikah. Artinya lulus kuliah
dahulu agar ortumu senang dan bahagia karena itulah yang mereka inginkan
darimu dan tugasmu adalah berbakti pada mereka. Setelah itu carilah
kerja, kemudian utarakan niat untuk menikah. Semoga Allah mudahkan untuk
mencapai maksud tersebut. Oleh karenanya, jika memang belum mampu
menikah, maka perbanyaklah puasa sunnah dan rajin-rajinlah menyibukkan
diri dengan kuliah, belajar ilmu agama, dan kesibukan yang manfaat
lainnya. Semoga itu semakin membuatmu melupakan nikah untuk sementara
waktu.Adapun yang sudah mampu untuk menikah secara fisik dan
finansial, janganlah menunda-nunda! Jangan Saudara akan menyesal
nantinya karena yang sudah menikah biasa katakan bahwa menikah itu
enaknya cuma 1%, yang sisanya (99%) “enak banget”.
Percaya deh!Semoga sajian ini bermanfaat.
Wallahu waliyyut taufiq. Panggang-Gunung Kidul, 26 Jumadal Ula 1432 H (29/04/2011) Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal Artikel
www.muslim.or.id [1] Baa-ah ada tiga penyebutan lainnya: [1] al baah (الْبَاءَة), [2] al baa’ (الْبَاء), dan [3] al baahah (الْبَاهَة). Lihat
Syarh Muslim, An Nawawi, 5/70, Mawqi’ Al Islam.
sumber