Seuramoe Forum
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.



 
HomeSeuramoeSearchRegisterLatest imagesLog in

 

 Hadits-Hadits Seputar Iman

Go down 
AuthorMessage
june.dawn
Co-Admin
june.dawn


Join Date : 2011-06-06
Location : Banda Aceh
Posts : 101
Hadits-Hadits Seputar Iman Left_bar_bleue98 / 10098 / 100Hadits-Hadits Seputar Iman Right_bar_bleue


Hadits-Hadits Seputar Iman Empty
PostSubject: Hadits-Hadits Seputar Iman   Hadits-Hadits Seputar Iman EmptyTue 14 Jun 2011 - 16:52

Khutbah Jum’at Syaikh Abdur Razzaq al-Badr -hafizhahullah-
Sesungguhnya segala puji adalah bagi Allah. Kita memuji, meminta
pertolongan, memohon ampunan, dan bertaubat kepada-Nya. Kita pun
berlindung kepada Allah dari keburukan hawa nafsu dan kejelekan
amal-amal kita. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak
ada yang dapat menyesatkannya. Dan barang siapa yang disesatkan oleh-Nya
maka tidak ada lagi yang dapat memberi petunjuk kepadanya. Aku bersaksi
bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain Allah semata, tiada sekutu
bagi-Nya. Aku bersaksi pula bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya,
semoga salawat (pujian) selalu terlimpah kepadanya, segenap pengikut
dan para sahabatnya semua, demikian pula semoga keselamatan
sebanyak-banyaknya senantiasa tercurah kepada mereka.

Amma ba’du, -wahai orang-orang yang beriman, wahai hamba-hamba
Allah- bertakwalah kalian kepada Allah ta’ala, karena barang siapa yang
bertakwa kepada Allah maka Allah akan menjaga dirinya dan menunjukinya
kepada kebaikan urusan agama dan dunianya. Kemudian, ketahuilah -semoga
Allah merahmati kalian- sesungguhnya nikmat-nikmat dari Allah jalla wa
‘ala sangatlah banyak, tak terhingga bilangannya dan tak terbatasi
ukurannya. Allah berfirman (yang artinya), “Apabila kalian berusaha untuk menghitung nikmat Allah niscaya kalian tidak akan mampu menghingganya.” (Qs.
Ibrahim: 24). Sesungguhnya nikmat Allah jalla wa ‘ala yang paling
mulia, kenikmatan-Nya yang paling agung, dan pemberian-Nya yang paling
besar adalah kenikmatan iman. Itulah kenikmatan terbesar dan anugerah
teragung dari Allah tabaraka wa ta’ala kepada siapa saja yang Dia
kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Allah jalla wa ‘ala berfirman (yang
artinya), “Akan tetapi Allah itulah yang membuat iman terasa
menyenangkan bagi kalian, membuatnya tampak indah di dalam hati kalian,
dan yang membuat kalian benci kepada kekafiran, kefasikan, dan
kemaksiatan. Mereka itulah orang-orang yang lurus. Sebuah keutamaan dan
kenikmatan yang datang dari Allah, Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.”
(Qs. al-Hujurat: 7-8)
Wahai hamba-hamba Allah, iman merupakan sebab untuk meraih
kebahagiaan dunia dan di akhirat. Dengan iman itulah, seorang akan bisa
merasakan ketenangan dan ketenteraman, keteguhan hati dan ketenangan
jiwa. Ketenteraman jiwa dan kebahagiaan manusia akan diperoleh
dengannya. Demikian pula, kelezatan dunia dan akhirat akan tergapai
dengannya. Allah berfirman (yang artinya), “Barang siapa yang
mengerjakan amal saleh, baik dari kalangan laki-laki maupun perempuan,
sedangkan dia adalah seorang mukmin, maka Kami akan memberikan kepadanya
kehidupan yang baik, dan Kami akan membalas mereka dengan pahala yang
lebih baik daripada apa yang mereka lakukan.”
(Qs. an-Nahl: 97)
Dengan iman itulah -wahai hamba-hamba Allah- akan didapatkan surga
beserta segala kenikmatan agung, anugerah yang besar, dan pemberian yang
melimpah ruah yang ada di dalam surga. Dengan iman itulah -wahai
hamba-hamba Allah- akan tercapai keselamatan dari neraka dan segala
siksaan yang sangat keras dan hukuman yang sangat menyakitkan yang
terdapat di dalamnya. Dengan iman itulah -wahai hamba-hamba Allah-
orang-orang yang beriman akan bisa merasakan nikmatnya memandang wajah
Rabb Yang Maha Mulia subhanahu wa ta’ala, sementara kenikmatan itulah
kenikmatan teragung yang akan didapatkan oleh orang-orang yang beriman.
Allah berfirman (yang artinya), “Pada hari itu, wajah-wajah berseri, mereka memandang kepada Rabbnya.” (Qs. al-Qiyamah: 22-23). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dengan mengarahkan pembicaraannya kepada kaum yang beriman, “Sesungguhnya
kalian pasti akan melihat Rabb kalian pada hari kiamat nanti
sebagaimana kalian melihat bulan pada saat malam purnama, kalian tidak
perlu berdesak-desakan untuk bisa melihatnya.”

Kenikmatan iman, faedah, dan pengaruhnya kepada orang yang beriman
tidak terhitung jumlah dan ukurannya. Bahkan seluruh kenikmatan dan
kebaikan yang diperoleh di dunia maupun di akhirat, maka itu semua
adalah buah dan hasil dari keimanan. Sementara seluruh kejelekan dan
bencana yang tersingkirkan dari manusia di dunia maupun di akhirat, maka
itu semua merupakan buah dan hasil yang dipetik dari pohon keimanan.
Oleh sebab itu -wahai hamba-hamba Allah- wajib bagi setiap mukmin yang
telah mendapatkan kenikmatan iman dan diberi petunjuk oleh-Nya untuk
memeluk agama ini, sudah semestinya dia semakin berpegang teguh, menjaga
serta memeliharanya. Hendaknya dia meminta kepada Rabb Yang Maha
Pemurah jalla wa ‘ala agar meneguhkan dirinya di atasnya hingga kematian
tiba. Allah berfirman (yang artinya), “Allah akan meneguhkan diri
orang-orang yang beriman dengan ucapan yang kokoh di dalam kehidupan
dunia dan di akhirat. Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan Allah
melakukan apa pun yang dikehendaki-Nya.”
(Qs. Ibrahim: 27)
Kemudian -wahai hamba-hamba Allah- sesungguhnya keimanan itulah
pemberian yang paling mulia dan paling agung sebagaimana diterangkan di
dalam Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Maka barang siapa yang ingin mempelajari hakikat iman hendaknya dia
mendalami Kitabullah al-’Aziz dan hadits-hadits Rasul yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dengan merujuk kepada keterangan-keterangan yang terkandung di dalam
al-Kitab dan as-Sunnah serta mengikuti penjabaran yang ada di bawah
naungan keduanya itulah dia akan bisa mempelajari keimanan. Allah jalla
wa ‘ala berfirman kepada Rasul-Nya yang mulia ‘alaihis sholatu was salam
(yang artinya), “Demikianlah Kami wahyukan kepadamu ruh dari
perintah Kami, sebelumnya kamu tidak mengetahui apa itu Kitab, dan apa
pula iman, akan tetapi Kami menjadikannya sebagai cahaya yang Kami
gunakan untuk menunjuki siapa saja yang Kami kehendaki di antara
hamba-hamba Kami. Sesungguhnya kamu benar-benar menunjukkan kepada jalan
yang lurus.”
(Qs. as-Syura: 52). Dengan al-Kitab dan as-Sunnah
serta penjabaran yang berada di bawah naungan keduanya itulah seorang
mukmin akan bisa mempelajari keimanan dengan benar. Maka sungguh besar
kebutuhan kita -wahai hamba-hamba Allah- untuk mempelajari iman dan
menimba ajaran-ajarannya sebagaimana yang terkandung dalam hadits-hadits
Rasul yang mulia ‘alaihis sholatu was salam dan senantiasa mengikuti bimbingan firman-firman Allah tabaraka wa ta’ala.
Saya ingin mengajak kalian -wahai saudara-saudaraku- untuk merenung
barang sejenak mengenai perkara yang sangat penting yang semestinya kita
perhatikan melalui beberapa hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang menerangkan perihal iman. Di antara hadits-hadits tentang iman itu
-wahai hamba-hamba Allah- adalah hadits yang tercantum di dalam kedua
kitab Shahih (Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, pent) dari Umar bin al-Khatthab radhiyallahu’anhu di dalam kisah kedatangan Jibril ‘alaihis salam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di dalam hadits itu disebutkan bahwa Jibril berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Beritahukanlah kepadaku tentang iman.” Kemudian beliau menjawab, “Yaitu
kamu beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan kamu beriman kepada takdir yang baik
maupun yang buruk.”
Hadits yang agung ini menunjukkan bahwa iman
itu memiliki pokok-pokok utama dan asas yang kokoh yaitu enam pokok
keimanan; iman kepada Allah tabaraka wa ta’ala, kepada malaikat-Nya,
kepada kitab-kitab-Nya, kepada para rasul-Nya, kepada hari akhir, dan
kepada takdir yang baik dan yang buruk. Penjelasan mengenai pokok-pokok
ini bisa ditemukan secara panjang lebar di dalam buku-buku aqidah.
Di antara hadits-hadits yang berbicara tentang iman -wahai
hamba-hamba Allah- adalah hadits utusan Bani Abdu Qais yang tercantum di
dalam dua kitab Sahih dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma yang menceritakan bahwa utusan dari Bani Abdu Qais datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka mengatakan, “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya di antara daerah kami dengan daerah anda
terdapat kabilah dari kalangan orang kafir Mudhar, sehingga itu membuat
kami tidak bisa menemui anda kecuali hanya pada bulan haram, maka
perintahkanlah kepada kami dengan pesan yang ringkas dan padat untuk
kami kabarkan kepada orang-orang yang ada di belakang kami sehingga
nantinya dengan itu kami bisa masuk ke dalam surga.”
Maka Nabi ‘alaihis sholatu was salam bersabda, “Aku perintahkan kepada kalian untuk beriman kepada Allah.” Kemudian beliau bertanya kepada mereka, “Tahukah kalian, apa yang dimaksud dengan iman kepada Allah?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iman
kepada Allah itu adalah kamu bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang
benar selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah -sembari beliau
menghitungnya satu dengan jarinya- dan mendirikan sholat, menunaikan
zakat, puasa Ramadhan, dan hendaknya kalian menyerahkan seperlima dari
hasil rampasan perang.”

Di dalam hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menafsirkan iman dengan amal-amal lahir. Di dalam hadits Jibril beliau
menafsirkan iman dengan keyakinan-keyakinan hati. Sedangkan, di dalam
hadits utusan Abdu Qais ini beliau menafsirkan iman dengan amal-amal
lahir. Ini menunjukkan bahwa kedua hadits tadi menggambarkan iman itu
tersusun dari keimanan dan keyakinan yang benar yang tertanam di dalam
hati, dan iman juga tersusun dari amal-amal anggota badan yang berupa
amal-amal yang suci serta ketaatan yang akan bisa mendekatkan diri
kepada Allah. Perkara terpenting di antara unsur keimanan yang tampak
itu adalah mengucapkan dua buah kalimat syahadat, mendirikan sholat,
menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan berhaji ke Baitullah al-Haram.
Maka, ketahuilah -wahai hamba-hamba Allah- bahwa sholat adalah bagian
dari iman, puasa bagian dari iman, menunaikan zakat bagian iman, haji
juga bagian dari iman, bahkan seluruh perkara tadi yang meliputi rukun
Islam yang lima semuanya adalah bagian iman sebagaimana yang disebutkan
di dalam hadits Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam
dibangun di atas lima hal; syahadat la ilaha illallah wa anna
Muhammadar Rasulullah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, bepuasa
Ramadhan, haji ke Baitullah al-Haram.”

Di antara keimanan yang wajib ada -wahai hamba-hamba Allah- adalah mencintai Rasul yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan mengedepankan kecintaan kepadanya di atas kecintaan kepada diri
sendiri atau kecintaan kepada benda-benda berharga, demikian juga di
atas kecintaan kepada orang tua, anak-anak, bahkan seluruh manusia. Hal
itu sebagaimana tertera di dalam dua kitab sahih dari hadits Anas radhiyallahu’anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi
Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah beriman salah seorang
dari kalian sampai aku lebih dicintainya daripada orang tua,
anak-anaknya, dan seluruh umat manusia.”
Di dalam Sahih Bukhari diceritakan bahwa Umar bin al-Khatthab radhiyallahu’anhu berkata, “Wahai Rasulullah, demi Allah sungguh anda lebih saya cintai daripada segala sesuatu kecuali diri saya sendiri.” Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak beriman salah seorang dari kalian sampai aku lebih dicintainya daripada dirinya sendiri.” Umar radhiyallahu’anhu pun mengatakan, “Demi Allah, sungguh anda sekarang lebih saya cintai daripada diri saya sendiri.” Kemudian beliau mengatakan, “Nah, sekarang baru benar wahai Umar.” Cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah sekedar ucapan yang dilontarkan dengan lisan, akan tetapi ia harus diwujudkan dengan ketaatan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam apa saja yang beliau perintahkan, senantiasa membenarkan apa yang
beliau kabarkan, serta menahan diri dari segala hal yang beliau larang
dan cegah, sebagaimana yang dijelaskan oleh Rabb Yang Maha Mulia di
dalam firman-Nya tabaraka wa ta’ala (yang artinya), “Katakanlah:
Jika kalian benar-benar mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah
akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(Qs. Ali Imran: 31)
Termasuk dalam keimanan yang wajib -wahai hamba-hamba Allah- yaitu
anda mencintai kebaikan bagi saudaramu sesama mukmin sebagaimana apa
yang anda sukai untuk dirimu. Maka perasaan dengki, hasad, dan dendam,
itu semua merupakan perkara yang mengurangi keimanan.
Sebaliknya, sudah seharusnya anda memakmurkan hati anda dengan perasaan
mencintai kebaikan bagi saudara-saudaramu yang beriman. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda sebagaimana tercantum di dalam dua kitab Sahih dan kitab hadits lainnya dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah beriman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai bagi saudaranya apa yang dia cintai bagi dirinya.” Di dalam riwayat lain dengan tambahan, “Yaitu kebaikan.”
Termasuk dalam keimanan -wahai hamba-hamba Allah- adalah menjaga amanat. Terdapat riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, “Tidak sempurna iman pada diri orang yang tidak amanah.”
Amanah -wahai hamba-hamba Allah- meliputi penjagaan terhadap
ajaran-ajaran agama dengan senantiasa taat kepada Rabbul ‘alamin dan
menjalankan perintah-perintah-Nya tabaraka wa ta’ala serta menjauhkan
diri dari larangan-larangan-Nya. Amanah itu juga mencakup hak sesama
hamba Allah, yaitu dengan menjaga hak-hak sesama, menyampaikan
barang-barang titipan, menjauhi pengkhianatan, meninggalkan penipuan,
dan meninggalkan berbagai jenis mu’amalah tidak benar yang lain.
Termasuk dalam keimanan pula -wahai hamba-hamba Allah- adalah
meninggalkan hal-hal yang diharamkan dan menjauhkan diri dari
perbuatan-perbuatan keji dan kemungkaran. Oleh sebab itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah
berzina seorang pezina ketika dia berzina dalam keadaan imannya
sempurna. Tidaklah mencuri seorang pencuri ketika dia mencuri dalam
keadaan imannya sempurna. Tidaklah seorang meminum khamr dalam keadaan
imannya sempurna ketika dia meminumnya. Tidaklah seorang merampas barang
berharga sehingga membuat orang lain menyorotkan pandangan mata mereka
kepadanya ketika dia melakukannya dalam keadaan imannya sempurna.”

Hadits ini menunjukkan bahwa melarutkan diri dalam
kemaksiatan-kemaksiatan ini dan melakukan dosa-dosa besar ini
menyebabkan berkurangnya iman wajib. Sehingga tindakan meninggalkan
zina, tidak meminum khamr, tidak merampas, tidak mencuri, itu semua
merupakan bagian dari keimanan yang diwajibkan oleh Allah tabaraka wa
ta’ala kepada hamba-hamba-Nya. Barangsiapa yang melakukan salah satu di
antara perkara-perkara itu maka iman wajibnya telah berkurang sesuai
dengan kadar dosa yang dia lakukan dan berbanding lurus dengan tingkat
kemaksiatan yang dia kerjakan.
Termasuk di dalam keimanan pula -wahai hamba-hamba Allah- adalah
bertaubat kepada Allah, inabah kepada Allah, dan kembali kepada Allah.
Bahkan hal ini merupakan sesuatu yang dicintai oleh Allah jalla wa ‘ala
untuk dilakukan oleh hamba-hamba-Nya. Allah membuka pintu taubat dan
inabah untuk mereka. Dia lah Yang berfirman (yang artinya), “Katakanlah
kepada hamba-hamba-Ku yang telah melampaui batas kepada dirinya
sendiri: Janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya
Allah mengampuni semua jenis dosa. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.”
(Qs. az-Zumar: 53)
Perkara wajib yang lainnya bagi kita -wahai hamba-hamba Allah- adalah
hendaknya kita menjaga keimanan ini dengan sekuat-kuatnya dan kita
pelihara ia dengan sebaik-baiknya. Itulah perhiasan sejati dan keindahan
hakiki. Salah satu doa yang sering dipanjatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah, “Ya
Allah, hiasilah kami dengan perhiasan keimanan dan jadikanlah kami
orang-orang yang memberikan petunjuk dan senantiasa berjalan di atas
petunjuk.”

Aku ucapkan sebagaimana apa yang kalian dengarkan, dan aku meminta
ampunan kepada Allah untuk diriku sendiri dan juga untuk segenap kaum
muslimin dari segala dosa. Mintalah ampunan kepada-Nya, niscaya Dia akan
mengampuni kalian. Sesungguhnya Dia lah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
Segala puji bagi Allah, Yang begitu besar kebaikannya dan begitu luas
karunianya, Yang Maha Pemurah lagi Maha Memberikan kenikmatan. Aku
bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain Allah semata tidak
ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
utusan-Nya shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa as-habihi ajma’in wa sallama tasliman katsiran.
Amma ba’du, -wahai hamba-hamba Allah- bertakwalah kepada
Allah ta’ala. Selanjutnya, di antara hadits-hadits agung lainnya yang
menjelaskan tentang iman adalah hadits tentang cabang-cabang keimanan.
Sebuah hadits yang sangat agung dan memiliki kedudukan yang sangat
mulia, sebagaimana yang tercantum di dalam dua kitab Sahih dan selain
keduanya dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Iman
itu tujuh puluh lebih cabang, yang tertinggi adalah ucapan la ilaha
illallah dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan
rasa malu merupakan cabang dari keimanan.”
Hadits yang agung ini
-wahai hamba-hamba Allah- menunjukkan bahwa iman itu ada yang berada di
dalam hati, ada juga yang berada di lisan, dan ada pula yang berada di
dalam perbuatan anggota badan. Iman yang tertinggi adalah ucapan la ilaha illallah,
kalimat itu diucapkan dengan hati dalam bentuk keyakinan, dan diucapkan
dengan lisan dalam bentuk lafaz dan perkataan yang disertai dengan ilmu
terhadap artinya, pemahaman tentang kandungan hukumnya, serta
merealisasikan maksud yang terkandung di dalamnya. Maka syahadat inilah
bagian iman yang terpenting dan yang tertinggi kedudukannya.
Termasuk keimanan pula, menyingkirkan gangguan dari jalan. Sebuah
amal yang dicintai Allah jalla wa ‘ala dan pelakunya akan mendapatkan
pahala dengan balasan sebesar-besarnya, terlebih lagi apabila di dalam
hati pelakunya terdapat perasaan mencintai kebaikan bagi
saudara-saudaranya sesama orang yang beriman. Terdapat riwayat di dalam
Kitab Sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Ada
seorang lelaki yang melewati sebuah cabang pohon yang berduri -yang
tergeletak di jalan, pent- lalu dia mengatakan, ‘Aku tidak akan
membiarkan benda ini tergeletak di jalan kaum muslimin agar mereka tidak
tersakiti olehnya.’ Lalu dia pun menyingkirkan benda itu dari jalan,
maka Allah berterima kasih atas perbuatannya itu, kemudian Allah
memasukkannya ke dalam surga.”

Termasuk keimanan pula, perbuatan-perbuatan yang ada di dalam hati.
Salah satu jenis perbuatan (amal) yang paling agung di dalam hati itu
adalah rasa malu. Rasa malu merupakan cabang keimanan. Rasa malu yang
terbesar adalah rasa malu kepada Rabbul ‘alamin dan Pencipta seluruh
makhluk ini, Dzat Yang selalu melihat kamu ketika kamu dalam keadaan
berdiri, Dzat Yang sama sekali tidak tersembunyi dari-Nya suatu perkara
pun di bumi maupun di langit. Rasa malu kepada Allah jalla wa ‘ala,
yaitu dengan menjaga kepala dan apa yang terpikir di dalamnya, menjaga
perut dan apa yang masuk ke dalamnya, serta dengan mengingat kematian
dan masa tua. Perasaan malu yang akan menjadikan anda selalu menjaga
ketaatan kepada Allah dan menjauhkan diri dari apa-apa yang dilarang
Allah tabaraka wa ta’ala kepadamu. Nabi ‘alaihis sholatu was salam bersabda, “Sesungguhnya
salah satu perkara yang diperoleh manusia dari ajaran kenabian yang
pertama-tama adalah adalah; apabila kamu tidak punya rasa malu maka
berbuatlah sesukamu.”
Apabila rasa malu ini ada pada diri manusia
maka kebaikan masih ada. Apabila rasa malu itu telah tidak ada maka
kebaikan pun sirna. Kita berlindung kepada Allah darinya. Renungkanlah
-wahai hamba-hamba Allah- hadits-hadits tentang iman yang diriwayatkan
dari Rasul yang mulia ‘alaihis sholatu was salam, bersungguh-sungguhlah dalam memahaminya, menerapkan dan beramal dengannya.
Sesungguhnya aku memohon kepada Allah jalla wa ‘ala dengan
nama-nama-Nya Yang Terindah dan sifat-sifat-Nya Yang Maha tinggi untuk
mewujudkan iman itu di dalam diriku dan diri kalian, semoga Allah
memperindah diri kami dan diri kalian dengan perhiasan iman. Semoga
Allah menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang bertakwa. Semoga
Allah memperbaiki bagi kita agama kita, yang hal itu merupakan pokok
penjaga urusan kita. Semoga Allah memperbaiki urusan dunia kita, yang
dunia itu merupakan tempat penghidupan kita. Semoga Allah memperbaiki
akhirat kita, yang ia merupakan tempat kembali kita. Semoga Allah
menjadikan sisa hidup kita sebagai tambahan dalam segala kebaikan, dan
menjadikan kematian sebagai peristirahatan bagi kita dari semua
keburukan. Aku juga meminta kepada-Nya jalla wa ‘ala untuk meneguhkan
kita di atas keimanan.
Ya Allah, kepada-Mu lah kami berserah diri, kepada-Mu lah kami
beriman, kepada-Mu lah kami bertawakal, kepada-Mu lah kami bertaubat dan
taat, dan karena pertolongan-Mu lah kami melawan musuh (agama). Kami
berlindung dengan kemuliaan-Mu yang tidak ada sesembahan yang benar
selain Engkau, janganlah Engkau sesatkan kami. Engkau Yang Maha Hidup
dan tidak akan pernah mati, sedangkan jin dan manusia pasti mati.
Sampaikanlah salawat -semoga Allah menjaga kalian- kepada imam seluruh
manusia dan seorang da’i yang menyeru kepada iman, Muhammad bin
Abdullah. Sebagaimana yang diperintahkan Allah kepada kalian di dalam
Kitab-Nya, Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah dan
para malaikat-Nya mengucapkan salawat kepada Nabi, wahai orang-orang
yang beriman sampaikanlah salawat kepadanya dan doakanlah baginya
keselamatan yang sesungguhnya.”
(Qs. al-Ahzab: 56). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Barang siapa yang bersalawat kepadaku sekali maka Allah akan bersalawat kepadanya sepuluh kali.”
Ya Allah, limpahkanlah pujian kepada Muhammad dan kepada pengikut
Muhammad sebagaimana pujian yang Engkau limpahkan kepada Ibrahim dan
para pengikut Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.
Berkahilah Muhammad dan para pengikut Muhammad sebagaimana keberkahan
yang Engkau berikan kepada Ibrahim dan pengikut Ibrahim, sesungguhnya
Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, ridailah
khulafa’ur-rasyidin para imam yang berjalan di atas petunjuk, yaitu Abu
Bakar as-Shiddiq, Umar al-Faruq, Utsman Dzu an-Nurain, dan ayah dari
kedua keponakan Nabi yaitu Ali. Kemudian ridailah ya Allah, para sahabat
seluruhnya, para tabi’in dan juga orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik hingga hari kiamat tiba. Ridailah pula kami bersama dengan
mereka, berkat anugerah, kemurahan, dan kebaikan dari-Mu, wahai Dzat
Yang Paling mulia di antara sosok-sosok yang termulia.
Ya Allah, muliakanlah Islam dan kaum muslimin. Ya Allah, muliakanlah
Islam dan kaum muslimin. Ya Allah, muliakanlah Islam dan kaum muslimin.
Hinakanlah syirik dan orang-orang musyrik, hancurkanlah musuh-musuh
agama ini dan jagalah keutuhan wilayah agama ini, wahai Rabb alam
semesta. Ya Allah, curahkanlah keamanan bagi negeri kami. Ya Allah,
perbaikilah para pemimpin kami dan pemegang urusan-urusan kami dan
jadikanlah pemerintah yang menguasai kami sebagai orang-orang yang
senantiasa takut kepada-Mu dan bertakwa kepada-Mu serta mencari
keridaan-Mu, wahai Rabb alam semesta. Ya Allah, berikanlah taufik kepada
pemimpin urusan kami kepada apa yang Engkau cintai dan Engkau ridai,
bantulah dia dalam kebaikan dan ketakwaan dan luruskanlah dia di dalam
ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan, wahai Dzat pemilik keagungan dan
kemuliaan. Ya Allah, berikanlah taufik kepada segenap pemerintah kaum
muslimin untuk melaksanakan Kitab-Mu dan mengikuti Sunah Nabi-Mu
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ya Allah, berikanlah
kepada jiwa-jiwa kami ketakwaan dan sucikanlah ia, sesungguhnya Engkau
adalah penguasa dan pemelihara atasnya. Ya Allah, sesungguhnya kami
memohon kepada-Mu petunjuk dan ketakwaan, terjaganya kesucian, dan
kecukupan.
Ya Allah, ampunilah seluruh dosa kami, yang kecil maupun yang besar,
yang dulu maupun yang terakhir, yang tampak maupun yang tersembunyi. Ya
Allah, ampunilah kami, ampunilah kedua orang tua kami, kaum muslimin dan
muslimat, orang-orang mukmin lelaki dan perempuan, baik yang masih
hidup maupun yang telah meninggal. Ya Allah, ampunilah dosa para pelaku
dosa dari kalangan kaum muslimin dan terimalah taubat dari orang-orang
yang bertaubat. Tetapkanlah kesehatan, kekuatan, dan keselamatan bagi
keseluruhan kaum muslimin. Ya Allah, lepaskanlah kesedihan dari jiwa
orang-orang yang dilanda duka di antara kaum muslimin. Bebaskanlah
kesusahan orang-orang yang terlilit kesulitan, tunaikanlah hutang
orang-orang yang terjerat hutang, sembuhkanlah orang-orang yang sakit di
antara kami dan orang-orang sakit di kalangan kaum muslimin yang lain.
Curahkanlah kasih sayang-Mu kepada orang-orang yang telah meninggal di
antara kami dan kaum muslimin yang telah meninggal lainnya.
Ya Allah, damaikanlah persengketaan yang ada di antara kami,
satukanlah hati-hati kami, tunjukilah kami jalan-jalan keselamatan, dan
keluarkanlah kami dari berbagai kegelapan menuju cahaya. Berkahilah
pendengaran dan penglihatan kami, makanan, harta, istri, dan anak
keturunan kami. Jadikanlah kami senantiasa diberkahi di mana saja kami
berada. Wahai Rabb kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan
kebaikan di akhirat dan jagalah kami dari siksa neraka. Wahai
hamba-hamba Allah, ingatlah kepada Allah niscaya Allah mengingat kalian.
Bersyukurlah kepada-Nya atas nikmat-nikmat Nya niscaya Dia akan
menambahkan nikmat kepada kalian. Dan sesungguhnya mengingat Allah itu
adalah perkara yang terbesar. Allah Maha Mengetahui apa pun yang kalian
kerjakan.
***
Penerjemah: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id
Back to top Go down
 
Hadits-Hadits Seputar Iman
Back to top 
Page 1 of 1

Permissions in this forum:You cannot reply to topics in this forum
Seuramoe Forum :: ● RELIGI & SPIRITUAL ● :: Islam Itu Indah :: HADITS-
Jump to: