Oleh
Syaikh Doktor Abu Anas Muhammad bin Musa An-Nashr
Di tengah gelombang kebid’ahan dan kesyirikan yang menerpa umat sekarang
ini. Di saat kebingungan dan ketimpangan semakin membelit kaum
mudanya. Ahlul ahwa’ (para pengikut hawa-nafsu) tidak henti-hentinya
melontarkan kerancuan dan keraguan. Bahkan tidak jarang melemparkan
tuduhan serta fitnah yang tidak berdasar ke tengah-tengah umat terhadap
kemulian dakwah Salafiyah yang penuh barakah ini dan para dainya. Semua
itu ibarat riak-riak kecil, bila tidak segera ditepis akan menjadi
gelombang ganas yang membahayakan lagi mengkhawatirkan. Salah seorang
murid senior Muhadits abad ini (Imam al-Albani rahimahullah), yaitu
Syaikh Muhammad bin Musa Nashr telah mengumpulkan beberapa syubhat yang
dilontarkan oleh musuh da’wah Salafiyah, kemudian beliau iringi dengan
bantahannya. Pada kesempatan ini kami sampaikan sebagian dari
bantahannya tersebut dan kami pilih yang sekiranya mendesak untuk
diketahui.
Syubhat Pertama:
Salafiyah adalah sebuah penasaban yang bid’ah!
Jawaban Syaikh Abu Anas Muhammad bin Musa Nashr.
Sebagian musuh dakwah Salafiyah menganggap bahwa menisbatkan diri kepada
Salaf merupakan pengelompokan bid’ah. Hal itu sebagaimana menamakan
diri dengan: Ikhwanul Muslimin, Hizbut Thahrir, dan Jamaah Tabligh.
Mereka tidak tahu, bahwa Salafiyah adalah sebuah penasaban terhadap
generasi terbaik. Yaitu generasi sahabat dan tabi’in, yang telah
dipersaksikan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan
kebaikan. Juga merupakan penyandaran terhadap umat yang ma’sum (terjaga
dari kesalahan), yang tidak akan bersepakat di dalam kesesatan, umat
yang telah diridhai oleh Allah. Dia berfirman:
رَّضِىَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْاعَنْهُُ
Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. [al-Bayyinah: 8]
Sungguh jauh berbeda, antara orang yang menisbatkan diri kepada individu
yang tidak ma’sum , bersikap loyal, dan fanatik terhadap seluruh
perkataan dan pendapatnya, dengan orang yang menisbatkan diri kepada
umat yang selamat dari penyimpangan dan kesesatan di saat munculnya
banyak perselisihan.
وسََتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي
النَّارِ إِلَّا وَاحِدَةً قِيْلَ: مَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ
:هُمُ الَّذِيْنَ عَلَي مِثْلِ مَا أَنَا عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَأَصْحَابِي ِ
Umat ini akan terpecah menjadi 73 kelompok. Semuanya di dalam neraka
kecuali satu. Siapa dia wahai Rasulullah? Jawab Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam : “Mereka adalah orang-orang yang semisal dengan apa
yang aku dan sahabatku berada di atasnya. [2]
Itulah Salafiyah yang mengambil Islam secara murni, bersih dari segala
bid’ah. Islam yang dibawa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, para
sahabatnya dan umat terbaik sesudah mereka.
bijimana kalian membolehkan “jamaah-jamaah” Islam menisbatkan diri
terhadap individu-individu yang tidak ma’sum, lalu pada waktu yang sama
kalian melarang orang-orang menasabkan kepada umat yang ma’sum dari
segala kesesatan. Menasabkan diri kepada Salafush Shalih, dari kalangan
sahabat, tabi’in, dan para imam (ulama) rabbani yang jauh dari hizbiyah-
hizbiyah (fanatik terhadap kelompok-kelompok) pemecah belah umat?
Guru kami, al-Albani telah berkata, membantah hizbiyah : “Kami
terang-terangan memerangi hizbiyah- hizbiyah tersebut, karena hal
tersebut sebagaimana firman Allah:
كُلُّ حِزْبٍ بِمَالَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). [al-Mu’minun: 53]
Padahal tidak ada hizbiyah sama sekali dalam Islam. Berdasarkan nash al-Qur’an, hizb hanya ada satu, (yakni hizbullah).
أَلآَإِنَّ حِزْبَ اللهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Ketahuilah sesungguhnya hizb Allahlah yang beruntung. [Mujadalah: 22]
Hizbullah adalah jamaah Rasulullah n dan hendaknya seseorang itu berada
di atas manhaj para sahabat, hal ini membutuhkan ilmu terhadap Al-Kitab
dan As-Sunnah. [3].
Beliau (Al-Albani) pernah juga ditanya:
“Apakah Salafiyah itu dakwah hizbiyah, golongan, madzhab ataukah kelompok baru dalam Islam?”
Beliau menjawab:
“Kalimat “Salaf” itu terkenal di dalam bahasa Arab dan syar’i. Telah
shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, ketika akan wafat beliau
berkata kepada Fatimah, putrinya:
فَاتَّقِي اللهَ وَاصْبِرِيْ وَ نِعْمَ السَّلَفِ أَنَا لَكِ
Bertaqwalah kepada Allah dan bersabarlah. Aku adalah sebaik-baik salaf bagimu.
Banyak sekali para ulama’ yang mengunakan istilah “Salaf”. Satu contoh, ketika mereka menggunakannya untuk menghancurkan bid’ah:
وَكُلُّ خَيْرٍ فِيْ اتِّبَاعِ مَنْ سَلَفَ وَكُل شَرٍّ فِيْ ابْتِدَاعِ مَنْ خَلَفَ
Setiap kebaikan adalah di dalam mengikuti salaf, dan setiap kejelekan adalah di dalam bid’ahnya khalaf.
Tetapi ada sebagian orang yang mengaku berilmu mengingkari penisbatan
terhadap Salaf, dengan anggapan hal itu tidak ada sandarannya. Dia
mengatakan: “Seorang muslim tidak boleh mengatakan: “Saya Salafi”.
Sepertinya dia mengatakan: “Seorang muslim tidak boleh mengatakan saya
adalah pengikut manhaj Salaf as-shalih dalam aqidah, ibadah, perilaku
dan lainnya.”
Tidak diragukan lagi, pengingkaran ini membawa konsekwensi dia berlepas
diri dari Islam yang shahih. Islamnya para Salaf as-Shalih, yang
dipimpin oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana
telah diisyaratkan oleh hadits mutawatir dalam “Shahihain” dan lainnya,
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ
Sebaik baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi setelahnya, kemudian generasi setelahnya.
Seorang muslim tidak boleh berlepas diri dari penisbatan kepada Salafush
shalih. Orang yang mengingkari penisbatan yang mulia ini, bukankah dia
juga menisbatkan diri kepada madzhab-madzhab yang ada, baik dalam
aqidah, maupun fiqih? Bisa jadi dia seorang Asy’ariy [4] atau Maturidy
[5] Bisa jadi pula seorang Hanafi [6], Syafi’i [7], Maliki [8] atau
Hambali [9], yang tergolong Ahlus Sunnah wal Jamaah. Padahal orang yang
menisbatkan kepada madzhab Asy’ariy atau salah satu dari 4 madzhab
(fiqih) yang ada, dia telah menisbatkan diri kepada individu yang tidak
ma’sum, walaupoun ada juga paraulama yang benar. Tetapi apakah dia
mengingkari penisbatan kepada individu-individu yang tidak ma’sum ini?
[10]
Dan inilah perkataan ahlul ilmi tentang bolehnya menisbatkan diri kepada Salafush as-Shalih:
Ibnu Manzhur berkata: “Termasuk arti Salaf adalah: pendahulumu, yaitu
bapak-bapakmu dan kerabatmu yang punya umur dan keutamaan lebih di
atasmu. Oleh karena itu generasi pertama dari kalangan tabi’in dinamakan
“Salafush Shalih.” [11]
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berkata kepada putrinya, Zainab, ketika akan meninggal:
إِلْحَقِيْ بِسَلَفِنَا الصَّالِحِ عُثْمَانَ بْنَ مَظْعُوْنَ
Susullah Salaf kita yang shahih, yaitu Utsman bin Mazh’un. [12]
Al-Ghazali berkata: “Yang saya maksud dengan Salaf adalah madzhab sahabat dan tabi’in. [13].
Syaikhul Islam berkata: “Tiada aib bagi orang yang menampakkan madzhab
salaf dan menisbatkan kepadanya, bahkan penisbatan tersebut wajib
diterima menurut kesepakatan (ulama’), karena madzhab salaf adalah
madzhab yang haq.” [14]
Al-Baijuri berkata: “Yang dimaksud dengan istilah Salaf adalah orang
yang terdahulu dari para nabi, tabi’in dan tabiut tabi’in.” [15]
Syubhat Kedua.
Salafiyun Iebih mementingkan perkara-perkara furu’ (cabang, remeh) ketimbang perkara Ashl (pokok).
Jawaban Syaikh Abu Anas Muhammad bin Musa Nashr :
Ini merupakan kedustaan serta bualan mereka. Sesungguhnya da’wah
Salafiyah –alhamdulillah- mengimani Islam seluruhnya, tanpa
pilih-pilih, berdasarkan firman Allah:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَآفَّةً
Wahai orang-orang yang beriman masuklah kalian ke dalam Islam secara kaffah.[Al- Baqarah : 207]
Dan juga dengan firman Allah yang lain, yang mencela orang yang mengambil/mengamalkan agama hanya menurut selera hawa nafsu.
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ
Apakab kalian mengimani sebagian dari kitab, dan mengkufuri sebagiannya?
[Al-Baqarah : 85]
Kewajiban terpenting dalam da’wah Salafiyah adalah tauhid, menghambakan
makhluk kepada Rabbnya, mentarbiyah (membina) umat di atas manhaj Rasul,
dan memberikan perhatian terhadap sunnah-sunnah yang sudah mulai
ditinggalkan lalu menghidupkannya kembali. Semua itu merupakan bagian
dari program dan manhaj da’wah Salafiyah. Tetapi sebagian orang-orang
yang menyelisihi da’wah Salafiyah ini ada yang mengaggap sunnah-sunnah
Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam, seperti: siwak, memanjangkan
jenggot, meninggikan kain di atas mata kaki, sutrah dan lainnya, sebagai
perkara “qusyur” (remeh/kulit).
كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ إِن يَقُولُونَ إِلاَّ كَذِبًا
Sangat buruk kalimat yang keluar dari mulut-mulut mereka, tidaklah yang mereka ucapkan melainkan kedustaan. [al-Kahfi: 5]
Orang-orang yang bingung itu tidak tahu, bahwa Islam itu semuanya lubab
(inti), sehingga persepsi dan pikiran mereka yang busuk. menganggapnya
sebagai “qusyur”.
Padahal semua yang dibawa oleh wahyu (Al-Kitab dan As-Sunnah) adalah haq
dan lubab (inti), orang yang memperolok-olok sesuatu darinya maka dia
kafir. Sedangkan orang yang menyebut sesuatu yang dibawa oleh Rasulullah
dengan “qusyur” (kulit, hal remeh) yang dapat dibuang, maka dia berada
di pinggir jurang yang dalam.
Syubhat ke tiga.
Dakwah Salafiyah tidak memberikan perhatian terhadap masalah-masalah politik, bahkan meninggalkannya sama sekali.
Syaikh Abu Anas Muhammad bin Musa Nashr.menjawab:
Ini juga merupakan kedustaan yang nyata. Karena menurut Salafiyin,
perkara politik termasuk dalam urusan dien. Tetapi politik yang mana?
Apakah politik koran-koran, majalah-majalah, dan kantor-kantor berita
milik Yahudi dan Nashari? Ataukah politik Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam dan para sahabatnya?
Apakah politik demokrasi, yang mereka dengungkan dengan semboyan
orang-orang kafir: “Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat?”
Ataukah politik pemeluk Islam yang berprinsip: “Hukum Allah, untuk
Allah, berpijak pada Kitabullah dan Sunnah Rasulnya, melalui musyawarah
yang dibenarkan oleh Islam?”
Dan apakah politik yang kebenaran diukur dengan banyaknya jari yang
terangkat (voting) di Majelis Perwakilan Rakyat, meskipun terkadang
voting tersebut menambah kuatnya kemungkaran atau kesyirikan?
Ataukah politik sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah Azza wa Jalla. Dia berfirman:
إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ للهِ أَمَرَ أَلاَّتَعْبُدُوا إِلآًّإِيَّاهُ
Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. [Yusuf: 15]
Salafiyin tidak ingin meraih al-haq dengan cara yang batil. Karena
menurut mereka, sebuah tujuan tidaklah menghalalkan segala cara. Mereka
tidak akan berjuang di atas “punggung-punggung babi”, tidak akan minta
pertolongan kepada kaum musyrikin, dan selamanya tidak akan berkumpul
dengan orang-orang munafiq. Mereka menolak jumlah banyak yang bersifat
seperti buih, yang tidak menyandang sifat syar’i sedikitpun.
Syubhat keempat.
Salafiyun bersikap mudahanah terhadap penguasa, tidak bicara al-haq secara terang-terangan di hadapan mereka.
Jawaban Syaikh Abu Anas Muhammad bin Musa Nashr:
Di mana Salafiyun yang menempati jabatan-jabatan tinggi, berupa jabatan
Menteri, Hakim atau Mufti di negara-negara Islam? Mencari jabatan sepert
itu adalah monopoli ahli bid’ah selama puluhan tahun. Andaikata
Salafiyun mau cari muka dan menjual ilmu, niscaya mereka akan meraih apa
yang telah diraih selain mereka. Tetapi Salafiyun memandang itu semua
sebagai kemunafikan. Bahkan mereka tidak memandang bolehnya memasuki
Majlis Perwakilan Rakyat, agar tidak menjadi jembatan untuk
Undang-Undang buatan manusia dan hukum-hukum Thaghut, dan tidak
bergelimang dalam kebatilan.
Kalau ada oknum yang menasabkan diri kepada Salafiyah, lalu dia
memuji-muji penguasa dengan dusta, mencari muka dengan cara berbasa-basi
dan bersikap nifaq, maka hanyalah mewakili dirinya sendiri. Dakwah
Salaf serta Salafiyun berlepas diri dari apa yang dia lakukan. Kewajiban
Salafiyun terhadap orang seperti itu adalah memberikan nasehat dan
mengingatkan, kemudian memboikot dan memberikan peringatan (jika dia
enggan, pen).
Salafiyun adalah orang-orang yang membicarakan al-haq secara
terang-terangan penuh, dengan hikmah dan nasehat yang baik. Tanpa
mengobarkan pengkafiran, menyatakan orang lain durhaka, dan
pemberontakan terhadap penguasa.
Dakwah Salaf mengajak untuk memberikan nasehat terhadap penguasa, serta
zuhud terhadap apa-apa yang ada pada mereka, yang berupa harta, jabatan,
dan kehormatan. Juga mengajak untuk tidak mengobarkan (emosi) terhadap
mereka, tidak rakus terhadap singgasana mereka, tidak memberontak
melawan mereka. Kecuali jika nampak kekufuran yang nyata pada mereka,
dengan terpenuhinya syarat-syarat serta tidak adanya
penghalang-penghalang kekafiran. Tetapi hal itu ditetapkan oleh ulama,
bukan oleh orang-orang hina yang mengikuti setiap orang yang memanggil.
Syubhat kelima
Salafiyin suka berlebih-lebihan….!
Jawaban Syaikh Abu Anas Muhammad bin Musa Nashr:
Adapun kalau yang dimaksud berlebih-lebihan adalah bersungguh-sungguh di
dalam al-haq, melaksanakan kawajiban-kewajiban, dan menghidupkan
sunnah-sunnah yang sudah mulai ditinggalkan, maka ini adalah haq, bukan
aib bagi seorang muslim. Sedangkan yang merupakan aib adalah kalau
seseorang meremehkan perkara-perkara agama, membolehkan hal-hal yang
diharamkan, serta mengerjakan hal-hal yang melanggar syari’at.
Maka apakah memelihara jenggot yang merupakan Sunnah merupakan sikap
berlebihan? Apakah memendekkan kain di atas mata kaki sampai pertengahan
betis yang merupakan Sunnah merupakan sikap berlebihan? Apakah
mengharamkan jabat-tangan dengan wanita bukan mahram, mengharamkan
lagu-lagu dan musik, termasuk berlebih-lebihan? Padahal ulama’ dahulu
dan sekarang telah berfatwa dengan hal-hal di atas!
Itu semua hanyalah tuduhan yang dibuat-buat agar manusia menjauhi para da’i Al-Kitab dan As-Sunnah pengikut Salaful Ummah.
Salafiyah tidaklah menyia-nyiakan syari’at ini sedikitpun, tidak
meremehkan Sunnah, apapun bentuknya. Sebagaimana hal itu dilakukan oleh
harikiyin dan hizbiyin yang menuduh Salafiyin suka mencari-cari masalah
ganjil yang mereka namai dengan “qusyur” (perkara kulit) untuk
meremehkannya.
Keberuntunganlah bagi orang-orang yang asing, yang telah diberitakan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dengan sabdanya:
أَنَّهُمُ الَّذِيْنَ يُصْلِحُوْنَ مَاأَفْسَدَ النَّاسُ مِنْ سُنَّتِهِ
Mereka adalah orang-orang yang memperbaiki sunnah-sunnah Rasulullah n yang telah dirusak oleh manusia.[16]
Syubhat keenam.
Salafiyin tidak menaruh perhatian terhadap masalah jihad.
Jawaban Syaikh Abu Anas Muhammad bin Musa Nashr:
Jihad merupakan puncak syari’at. Ayat-ayat dan hadits-hadits yang
menganjurkannya banyak sekali dan sudah terkenal. Tetapi jihad mempunyai
kaedah-kaedah, syarat-syarat, dan adab-adab. Salafiyun tidak akan
berangkat jihad di bawah bendera jahiliyah, karena jihad tidaklah
disyari’atkan kecuali untuk menegakkan syari’at Allah. Dia berfirman:
حَتَّى لاَتَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ للهِ
Sehingga tidak terjadi fitnah, dan agama seluruhnya untuk Allah. [al-Anfaal: 39]
Untuk berjihad harus ada imam, harus ada bendera Islam. Dan harus ada
pembinaan rabbaniyah seputar jihad. Harus ada bekal dan kesiapan.
Menurut Salafiyin, jihad haruslah berdasarkan ilmu, keyakinan dan
sasaran yang jelas. Jika bendera telah tegak dan tujuan (sasaran) juga
jelas, maka Salafiyin tidak akan ketinggalan. Bumi Palestina, Chehcnya,
Afghon, Balkan, Kasmir menjadi saksi bagi mereka di sisi Allah Azza wa
Jalla. Mereka mendorong peperangan (jihad) dengan pemahaman seperti ini.
Syubhat ketujuh.
Dakwah Salafiyah memecah belah umat dan membikin fitnah.
Jawaban Syaikh Abu Anas Muhammad bin Musa Nashr:
Kenapa dakwah Salaf dituduh demikian? Karena dakwah ini memisahkan
keburukan dari kebajikan, padahal itu merupakan tujuan Allah dan
Rasul-Nya.
لِيَمِيزَ اللهُ الْخَبِيثَ مِنَ الطَّيِّبِ
Agar Allah memisahkan antara kejelekan dengan kebaikan. [al-Anfaal: 37]
Allah juga berfirman:
وَقُلِ الْحَقُّ مِن رَّبِّكُمْ فَمَن شَآءَ فَلْيُؤْمِن وَمَن شَآءَ فَلْيَكْفُرْ
Katakanlah: “Kebenaran itu dari Rabb kalian, barangsiapa yang ingin, berimanlah dan siapa yang ingin , kufurlah. [al-Kahfi: 29]
Ketika seorang da’i Salafi memerangi bid’ah dan ahli bid’ah, langsung
dituduh dengan tuduhan-tuduhan yang keji tersebut. Karena memang di
antara prinsip Ahlul Bid’ah adalah mengumpulkan orang dengan membabi
buta dengan dalih menjaga persatuan kaum muslimin. Mereka tidak peduli
bentuk dan jenisnya, tetapi yang penting kwantitas, bijimana itu bisa
terwujud. Karena itu kamu lihat mereka berbasa-basi di hadapan ahlul
bid’ah dan ahli kesesatan. Tetapi mereka tidak mau berdamai dengan
Salafiyin. Bahkan mereka memusuhi, mencela, membenci, dan
membesar-besarkan kesalahan Salafiyin.
Kami akan senantiasa ingat ucapan salah satu pembesar Ikhwanul Musimin
di kota Zarqo’ yang membela Khumaini dan revolusinya serta membantah
Salafiyin yang memperingatkan dari firqah Syiah, condong kepadanya. Dia
berkata: “Muslim Syiah yang menegakkan syari’at Allah, lebih utama
daripada Sunni Salafi yang tidak menegakkan syari’at, mereka itu
perusak.”
Lalu dia memberikan tuduhan-tuduhan bahwa Salafi membuat fitnah dan
memecah belah umat. Maka saya katakan: “Perhatikanlah mereka telah
terjatuh ke dalam fitnah, tidaklah mereka mengetahui bahwa Syiah adalah
Yahudinya umat ini. Syi’ah adalah firqah yang paling buruk. Karena
berbagai perkara yang ada pada mereka, seperti: bid’ah, kesesatan,
merubah kitab Allah, mencela sahabat Rasulullah n , dan menuduh Aisyah
ummul mukminin berzina, padahal Allah telah mensucikannya dari atas
langit ke tujuh, Maha tinggi Allah dengan ketinggiannya yang Agung dari
apa yang diucapkan orang-orang dhalim.
Demikian beberapa syubhat diantara banyak syubhat yang dilontarkan oleh
sebagian orang kepada dakwah salafiyah dan bantahannya. Mudahan-mudahan
Allah memudahkan bagi kita untuk mengenal yang hak sebagai sebuah
kebenaran dan semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita untuk
melaksanakan nya.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun VI/1423H/2002M
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
________
Footnote
[1]. Dirangkum oleh Adam al-Atsariy dari kitab “Min Ma’alim Manhaj
Nabawi” oleh Syaikh Doktor Abu Anas Muhammad bin Musa An-Nashr
[2]. HR. Abu Dawud no. 4596, Tirmidzi no. 2640, Ibnu Majah no. 3991, Ahmad 2/332
[3]. Lihat Manhaj Salafi Inda al-Albanny hal 13-19 dan Limadza Ikhtartu Manhaj Salaf hal 34
[4]. Orang yang mengaku mengikuti aqidah Abul Hasan Al-Asy’ariy-Red
[5]. Orang yang mengaku mengikuti aqidah Al-Maturidiy-Red
[6]. Orang yang mengaku mengikuti fiqih Abu Hanifah-Red
[7]. Orang yang mengaku mengikuti fiqih imam Muhammad bin Idris Asy-Sya’ifi-Red
[8]. Orang yang mengaku mengikuti fiqih imam Malik bin Anas-Red
[9]. Orang yang mengaku mengikuti imam Ahmad bin Hambal-Red
[11]. Lihat Lisanul Arab 9/159
[12]. HR. Ahmad no. (1/335); Ibnu Sa’ad (1/398-399) didhaifkan oleh al-Albani dalam Silsilah Dha’ifah no. 1715
[13]. Lihat Iljamul ‘Awam, hal: 62
[14]. Lihat Majmu Fatawa 4/149
[15]. Lihat “Jauhat at-Tauhid” hal. 111
[16]. HR. tirmidzi (5/10), Ahmad (4/73), Thabrani di Mu’jamul Kabir 17/16