Islam adalah nama bagi sebuah
din/agama yang haq, agama yang
diridhai oleh Allah bagi hamba-hamba-Nya. Islam bukan sekedar
kepercayaan yang mengandung sikap pasrah semata tanpa ada rambu-rambu
khusus -seperti syari’at yang diajarkan Nabi kepada kita- sebagaimana
yang diklaim oleh kaum liberal dan pluralis.
Buktinya, di dalam hadits Jibril Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa Islam itu meliputi;
syahadat/persaksian
bahwa tidak ada sesembahan -yang benar- kecuali Allah, Muhammad adalah
utusan Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan
haji. Lalu, dimanakan bisa ditemukan ajaran-ajaran ini kalau bukan
dalam agama Islam yang diajarkan oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Di dalam hadits yang lain, dari Ibnu Umar
radhiyallahu’anhuma Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menegaskan,
“Islam
dibangun di atas lima perkara: kewajiban untuk mentauhidkan Allah,
mendirikan sholat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan haji.” (
HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16, ini lafal Muslim, lihat
Fath al-Bari [1/63] dan
Syarh Muslim [2/31]). Berdasarkan riwayat hadits ini dapat kita ketahui juga
bahwasanya istilah ‘tauhid’ bukanlah istilah baru yang tidak dikenal di
masa Nabi, bahkan Nabi sendirilah yang mengajarkannya kepada kita!
Dalam jalur riwayat lain -di dalam Shahih Muslim- masih dari Ibnu Umar juga disebutkan, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Islam
dibangun di atas lima perkara: kewajiban beribadah kepada Allah
-semata- dan mengingkari segala sesembahan selain-Nya, mendirikan
sholat, menunaikan zakat, haji ke baitullah, dan puasa Ramadhan.” (lihat
Syarh Muslim [2/32])
Berdasarkan dalil-dalil semacam itulah para ulama -di antaranya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
rahimahullah- mendefinisikan bahwa
islam adalah:
‘Kepasrahan
kepada Allah dengan bertauhid, bersikap tunduk kepada-Nya dengan
melakukan ketaatan, dan berlepas diri dari kemusyrikan beserta segenap
penganutnya’ (lihat
Hushul al-Ma’mul, hal. 104). Apabila kita cermati maka pengertian ini sangat bersesuaian dengan dalil-dalil yang telah disebutkan di atas.
Ada satu hal yang patut untuk digarisbawahi di sini adalah bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menggunakan beberapa ungkapan untuk menyebutkan syahadat, yaitu:
- Kewajiban mentauhidkan Allah
- Kewajiban beribadah kepada Allah -semata- dan mengingkari segala sesembahan selain-Nya
- Bersaksi bahwa tiada sesembahan -yang benar- selain Allah dan Muhammad utusan Allah
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa barangsiapa yang tidak
memenuhi ketiga hal di atas maka tidak bisa disebut sebagai seorang
muslim. Artinya, orang yang bukan muslim itu bisa mencakup:
- Orang yang tidak mentauhidkan Allah, dan ini mencakup semua
orang selain pemeluk Islam, bahkan mencakup kaum munafikin walaupun
mereka ‘berbaju’ Islam, dan juga tercakup di dalamnya kaum atheis
yang tidak meyakini adanya tuhan. Allah ta’ala berfirman tentang orang-orang munafikin (yang artinya), “Di
antara manusia ada yang mengatakan, ‘Kami beriman kepada Allah
dan hari akhir’ padahal mereka itu bukan orang-orang yang
beriman.” (QS. al-Baqarah: 8)
- Orang yang beribadah kepada Allah namun tidak mengingkari
sesembahan selain-Nya, yaitu orang-orang musyrik yang mempersekutukan
Allah dalam ibadah. Mereka beribadah kepada Allah dan juga beribadah
kepada selain Allah, kelompok ini pun sebenarnya sudah tercakup
dalam kategori yang pertama di atas. Allah ta’ala berfirman tentang mereka (yang artinya), “Sesungguhnya
barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka Allah haramkan
atasnya surga, dan tempat tinggalnya adalah neraka, dan tiada
seorang penolongpun bagi orang-orang zalim itu.” (QS. al-Ma’idah: 72). Allah ta’ala juga berfirman mengenai status sesembahan selain-Nya (yang artinya), “Yang
demikian itu, karena Allah adalah satu-satunya [sesembahan] yang
benar sedangkan segala sesuatu yang mereka seru/sembah selain-Nya
adalah batil…” (QS. al-Hajj: 62)
- Orang yang beribadah kepada Allah semata dan mengingkari
sesembahan selain-Nya namun tidak mau mengikuti ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah beliau diutus kepada mereka, seperti halnya kaum ahli kitab di Yaman yang didakwahi oleh Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu. Oleh karenanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
-yang beliau itu diutus oleh Allah untuk mengajarkan agama Islam
kepada segenap manusia- telah menegaskan dalam sabdanya, dari Abu
Hurairah radhiyallahu’anhu, beliau bersabda, “Demi
Tuhan yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya. Tidaklah seorang
pun yang mendengar kenabianku di antara umat ini entah dia Yahudi
atau Nasrani, lalu dia mati dalam keadaan tidak beriman dengan
risalah/ajaran yang aku bawa melainkan dia pasti termasuk golongan
penduduk neraka.” (HR. Muslim no. 153, lihat Syarh Muslim [2/243]). Oleh sebab itu an-Nawawi rahimahullah memberi judul bab untuk hadits ini dengan judul ‘Kewajiban beriman terhadap risalah Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berlaku bagi segenap manusia dan dihapusnya semua agama dengan agamanya’ (lihat Syarh Muslim [2/242])
Penulis:
Abu Mushlih Ari WahyudiArtikel
www.muslim.or.id